Kamis 13 Oct 2016 10:42 WIB
Dari Gatoloco. Aidit, Panji Kusmin, Monitor, Hingga Ahok (2)

Aidit Dikeroyok Massa, 'Patine Gusti Allah', dan Sinisme Islam Pascakemerdekaan

Kader Partai Komunis Indonesia (PKI).
Dipa Nusantara Aidit

Sejarawan muda Bonnie Triyana dalam artikelnya di Majalah Historia (24/8/2015) mencatat dengan sangat baik nuansa pertarungan antara kelompok Islam dan ‘Anti Islam’ pada tahun 1950-an hingga 1965. Dia mengkisahkan peristiwa sejarah pada sebuah perhelatan besar tandingan yang digelar Masyumi untuk menandingi rapat umum PKI di Malang.

Massa Masyumi yang datang dari Surabaya dan Malang membaur bersama ribuan anggota PKI yang menunggu kehadiran Ketua PKI DN Aidit dan Eric Aarons, wakil Partai Komunis Australia yang juga didaulat berpidato.

Menurut Bonie, pertemuan yang dihelat di Alun-alun Malang 28 April 1954 itu sudah panas sejak mula. Selembar spanduk membentang tak jauh dari podium: “Kutuk teror perampok Masjumi-BKOI”. Spanduk itu merespons demonstrasi Masyumi-BKOI di Jakarta 28 Februari 1954 yang berakhir rusuh dan mengakibatkan tewasnya perwira TNI Kapten Supartha Widjaja. Bagi PKI demonstrasi itu teror, buat Masyumi spanduk itu fitnah. BKOI adalah Badan Koordinasi Organisasi Islam.

Emosi massa Masyumi makin terbakar ketika kritik meluncur dari mulut Aidit: “Nabi Muhammad Saw bukanlah milik Masjumi sendiri, iman Islamnya jauh lebih baik daripada Masjumi. Memilih Masjumi sama dengan mendoakan agar seluruh dunia masuk neraka. Masuk Masjumi itu haram sedangkan masuk PKI itu halal,” kata Aidit langsung disambut teriakan, “dusta.... tidak benar.. ingat Madiun,” ujar para pemuda Masyumi seperti dikutip dari Abadi, 17 Mei 1954.

Mereka merangsek maju ke depan, mengerubungi podium tempat Aidit berdiri. Menuntut Aidit mencabut kata-katanya. “Saya minta maaf. Saya hanya ingin mengatakan bahwa PKI tidak anti-agama,” ujar Aidit mengoreksi. Abadi, koran yang dekat dengan Masyumi menulis para kader Masjumi yang dipimpin oleh Ketua Masyumi Cabang Surabaya Hasan Aidid itu justru berupaya melindungi Aidit dari kemarahan massa.

Pertemuan berakhir ricuh. Massa Masyumi merampas semua atribut kampanye PKI. Harian Rakjat, 31 Maret 1954 melaporkan kejadian itu sebagai ancaman pembunuhan terhadap Aidit. “Duaratus ribu Rakjat Malang mendjadi saksi bahwa Hasan Aidid dan komplotannja mengepalai pertjobaan teror terhadap D.N. Aidit itu dan samasekali bukan “melindungi djiwa Aidit”,” tulis Harian Rakjat mengomentari pemberitaan Abadi sehari sebelumnya.

Menurut Remy Madinier, penulis buku Partai Masjumi: Antara Godaan Demokrasi dan Islam Integral insiden di Malang itu merupakan bentrok terbesar antara Masyumi dengan PKI sepanjang tahun 1954. Pemilu pertama bakal diselenggarakan setahun lagi, tapi iklim politik sudah mendidih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement