Kamis 13 Oct 2016 07:11 WIB

Rumusan Penggunaan Dana Zakat untuk Infrastruktur Harus Hati-Hati

Rep: Amri Amrullah/ Red: Damanhuri Zuhri
perbaikan jembatan (ilustrasi)
Foto: Mahmud Muhyidin
perbaikan jembatan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Iskan Qolba Lubis menilai penggunaan dana zakat untuk membangun infrastruktur, harus dirumuskan secara hati-hati. Sebab, menurutnya, dalam Undang Undang (UU) Pengelolaan Zakat Nomor 23 Tahun 2011, khususnya Pasal 25.

Dalam Pasal 25 Undang-undang Pengelolaan Zakat Nomor 23, disebutkan zakat wajib didistribusikan kepada penerima zakat (mustahiq) sesuai syariat Islam yang disebut dengan delapan golongan (asnaf), yaitu fakir, miskin, pengurus zakat (amil), muallaf, budak yang dimerdekakan, orang berhutang (ghorim), orang yang berjuang di jalan Allah (sabilillah), dan orang yang dalam perjalanan (musafir).

"Sebenarnya di UU Zakat telah dijelaskan terdapat delapan asnaf (orang-orang yang berhak menerima zakat) adalah kelas bawah dari masyarakat. Sedangkan infrastruktur adalah tugas negara, jadi tidak cocok penempatan zakat untuk infrastruktur," jelas Iskan di Rabu (12/10).

Meskipun demikian, Iskan juga menilai penggunaan dana zakat untuk infrastruktur untuk pembangunan daerah terpencil dan masih tergolong pra-sejahtera, masih dapat diterima.

"Kecuali, yang dimaksud itu adalah daerah terpencil yang sangat sulit dilewati kendaraan roda dua, dan kalau dibangun infrastruktur desa, kesejahteraan masyarakat meningkat, itu masih bisa diterima. Karena itu masih dalam fungsi dalam zakat itu sendiri," ujar Alumnus Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, ini.

Dengan adanya pengalokasian dana zakat untuk infrastruktur yang dirumuskan secara hati-hati ini, maka potensi penerimaan zakat akan lebih optimal karena masyarakat yang membayar zakat percaya bahwa dana zakat yang dikumpulkan BAZNAS terkelola dengan baik untuk mengangkat perekonomian suatu daerah.

"Kalau kita sekarang melihat BAZNAS baru bisa mengumpulkan Rp 7 triliun. Padahal, potensinya bisa mencapai Rp 217 triliun per tahun. Hal itu karena BAZNAS belum mampu menjadi koordinator untuk mengoptimalkan penarikan zakat  terhadap Lembaga Amil Zakat (LAZ) di seluruh Indonesia," kata dia.

Jika optimalisasi penerimaan zakat tersebut dapat tercapai, maka DPR bersama dengan Pemerintah akan berkomitmen memberikan tambahan anggaran kepada BAZNAS dan juga Badan Wakaf Nasional. "Karena kalau kedua badan ini efektif, dapat membantu menyejahterakan bangsa Indonesia," terangnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement