Jumat 07 Oct 2016 12:47 WIB

Makhzoomi Dipaksa Turun dari Pesawat karena Ucapkan Insya Allah

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Ani Nursalikah
Khairuldeen Makhzoomi (26 tahun).
Foto: Facebook/Independent
Khairuldeen Makhzoomi (26 tahun).

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Seorang laki-laki Muslim, Khairuldeen Makhzoomi (26 tahun) dipaksa turun dari pesawat Southwest Airlines setelah seorang penumpang lain mendengar ia berbahasa Arab melalui ponselnya. Makhzoomi yang merupakan lulusan Universitas Berkeley dipaksa turun dari pesawat di Bandara Los Angeles hanya karena ia berbicara bahasa Arab pada April tahun ini.

Saat itu, Makhzoomi menelepon hanya ingin memberitahu pamannya di Baghdad, Irak kalau ia sangat senang bisa mengajukan pertanyaan kepada Sekjen PBB Ban Ki Moon saat saat makan malam malam sebelumnya. "Sebelum saya menutup telepon, saya memang mengucapkan Insya Allah yang artinya jika Allah mengizinkan," kata Makhzoomi, Jumat (7/10).

Namun ia melihat ada seorang penumpang perempuan yang terus menatap gerak-geriknya. Ia mengira perempuan itu terganggu mendengar suaranya yang keras.

Namun ternyata, ujar Makhzoomi, seseorang datang dengan polisi dalam waktu dua menit. "Saya tak percaya, begitu cepat mereka menyuruh saya turun dari pesawat hanya karena mereka mendengar saya mengucapkan Insya Allah," katanya dilansir Independent.

Polisi memintanya keluar dan bertanya mengapa berbahasa Arab mengingat kondisi politik saat ini. "Kamu harus jujur menceritakan pada kami apa yang kamu tahu soal martir," kata polisi tersebut.

Makhzoomi mengatakan, ia hanya menerangkan arti Insya Allah dan interogasi terhadapnya segera dihentikan. Namun sejumlah anjing dibawa untuk mengendus-endus tas-tasnya. Ia diperiksa dan dompetnya diambil.

"Amerika Serikat merupakan tanah kebebasan, orang-orang menghargai hukum. Namun bagaimana mungkin orang bisa dihina seperti ini," ujarnya.

Makhzoomi sangat sedih dan kecewa saat diusir dari pesawat. Uang tiketnya dikembalikan secara penuh. Ia kemudian membeli tiket pesawat Delta Air untuk melanjutkan perjalanannya menuju Oakland.

Ia mengaku pernah hidup dalam rezim Saddam Hussein di Irak. Ia tahu bagaimana rasanya didiskriminasi.

Makhzoomi dan kakak perempuannya datang ke Amerika pada 2010 sebagai pengungsi sesuai hukum. Dia tak pernah menyangka akan mendapatkan diskriminasi hanya karena mengucapkan Insya Allah.

Setelah peristiwa itu terjadi, Makhzoomi merasa terpukul dan sulit tidur. Ia menelepon Southwest Airlines yang melakukan diskriminasi terhadapnya dan meminta maskapai itu untuk minta maaf terhadapnya. Namun mereka tak melakukannya.

Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR) telah menyerahkan dokumen yang berisi keluhan Makhzoomi yang mengalami diskriminasi di Amerika di bidang transportasi publik ke Departemen Transportasi Penegakan Hukum Udara. CAIR meminta diskriminasi rasial dan agama yang dilakukan Southwest Airlines terhadap penumpang Muslim diusut tuntas. Koordinastor HAM Warga Sipil CAIR Saba Maher mengatakan, ia tak ingin diskriminasi rasial terhadap umat Muslim menjadi hal yang normal dan biasa.

Juru Bicara Southwest Airlines Brandy King mengatakan masih menyelidiki perkataan penumpang yang kemungkinan bersifat mengancam. "Kami sedang melakukan investigasi adanya kemungkinan komentar penumpang yang bersifat mengancam, bukan bahasa yang ia gunakan," katanya.

Southwest Airlines, kata dia, menyesalkan peristiwa yang kurang baik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement