REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jauh sebelum Umat bin Abdul Aziz diamanahkan menjadi khalifah Bani Ummayah, keuangan negara kacau. Kemakmuran hanya dinikmati pembesar Umayyah.
Melihat kondisi tersebut, sang khalifah menerapkan kebijakan populis. Salah satunya, meningkatkan upah kaum buruh setara dengan setengah gaji para pejabat negara atau istana. Untuk memberlakukan kebijakan ini, Umar membenahi sistem administrasi kerajaan dengan sangat baik. Kebijakan upah kaum buruh ini juga menjadi bukti bahwa Umar sangat memerhatikan nasib kehidupan rakyat kecil.
Selain itu, Umar juga membagi pendapatan negara kepada seluruh penduduk yang tinggal di daerah-daerah miskin. Ia juga memberikan atau menetapkan gaji untuk para balita yang yatim karena orang tuanya gugur dalam peperangan.
Kebijakan-kebijakan ekonomi yang dicetuskan Umar tersebut betul-betul memberikan efek atau kontribusi positif terhadap kejayaan Dinasti Umayyah. Hampir seluruh rakyatnya, khususnya mereka yang dhuafa, tercukupi segenap kebutuhan hidupnya karena dampak gagasan Umar dalam bidang ekonomi tersebut. Dengan kata lain, ketika ia menjadi khalifah, rakyat berada dalam kondisi makmur dan sejahtera.
Oleh sebab itu, Umar bin Abdul Aziz kerap disebut sebagai 'Lembaran Putih' Kekhalifahan Umayyah. Sebab, kebijakan serta tindak-tanduknya dianggap memberikan efek penting dalam mengembangkan peradaban Islam di dunia.
Kendati merupakan pemimpin teladan, Umar memerintah dalam rentang waktu yang sangat singkat, yakni sekitar tiga tahun. Ia wafat setelah mengalami sakit keras. Banyak kalangan berpendapat bahwa sakit yang dideritanya adalah akibat racun yang dikonsumsinya. Racun tersebut sengaja dibubuhkan oleh pembantunya agar Umar cepat menjenguk ajalnya.
Meskipun hidupnya berakhir tragis, Umar bin Abdul Aziz telah mencatatkan namanya sebagai salah satu tokoh penting dalam sejarah kejayaan perabadan Islam. Ketika memerintah Dinasti Umayyah, ia menciptakan terobosan dan perubahan yang sangat drastis bila dibandingkan khalifah sebelumnya. Berkat ide dan gagasannya, terutama dalam bidang ekonomi, kesejahteraan dan kemakmuran tersebar secara merata tanpa memandang status sosial tertentu.
Selepas kepergiannya, tidak ada lagi yang meneruskan kebijakan-kebijakannya. Korupsi kembali merajalela dan para pejabat seenaknya mencomot kekayaan negara untuk memuaskan hasrat pribadinya. Akibatnya, ketimpangan pun kembali terjadi dan rakyat kecil kembali dalam kondisi terpuruk.