REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekjen Kementerian Perindustrian Syarif Hidayat menyatakan bahwa saat ini produk halal bukan hanya identik bagi kebutuhan masyarakat Muslim saja, namun masyarakat non-Muslim di dunia juga mulai memilih mengonsumsi produk halal.
"Bahkan, perusahaan-perusahaan produk makanan di Indo China (seperti Laos, Vietnam, Kamboja), Australia hingga Amerika Serikat, telah melihat isu halal ini sebagai sebuah peluang bisnis yang sangat baik untuk dikembangkan," ungkapnya.
Berdasarkan perhitungan Kemenperin, permintaan produk makanan halal dunia akan mengalami pertumbuhan sebesar 6,9 persen dalam enam tahun ke depan, yaitu dari 1,1 triliun dolar AS pada 2013 menjadi 1,6 triliun dolar AS pada 2018.
"Industri halal pun tidak hanya mencakup produk makanan, namun produk dan jasa yang lebih luas termasuk Islamic Tourism, Halal Cosmetics & Personal Care, Islamic Finance, Halal Ingredients, dan Halal Pharmaceutical," ujar Syarif.
Menurut dia, produk halal dipastikan membawa kesehatan, maka pemerintah perlu mendorong industri memproduksi produk halal. "Masyarakat sudah concern dengan produk halal. Yang penting saat ini produk halal terus diperkenalkan dengan tepat dan pasti akan disambut dengan baik. Indonesia diharapkan menjadi pelopornya," kata Syarif.
Di samping itu, lanjutnya, industri halal juga sudah berkembang di berbagai negara seperti Malaysia, Turki, Jepang, Singapura, Korea Selatan, sampai ke negara-negara Eropa. Syarif menambahkan pihaknya tengah menunggu terbitnya Peraturan Pemerintah mengenai pelaksanaan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.
"Peraturan ini mulai berlaku tahun 2019 untuk semua produk makanan yang beredar di Indonesia harus sudah memiliki sertifikat halal," pungkasnya.
Karenanya, Sekjen meyakini kawasan industri halal di Indonesia memiliki potensi besar untuk dikembangkan karena seiring jumlah penduduk Muslim yang mencapai 85,2 persen atau sebanyak 200 jiwa dari total penduduk 235 juta jiwa penduduk yang memeluk agama Islam.
Angka tersebut setara dengan jumlah muslim di enam negara Islam, yaitu Arab Saudi, Kuwait, Uni Emirat Arab, Qatar, Malaysia dan Turki. "Jadi, dapat dibayangkan, betapa besar jumlah produk baik makanan, minuman, obat-obatan, kosmetik dan produk lainnya yang beredar di masyarakat dan dikonsumsi sehari-hari," ujar Syarif.