REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Posisi zakat di Indonesia masih menjadi pengurang penghasilan kena pajak. Hal itu tertuang di pasal 22-23 UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
Direktur Amil Zakat Badan Amil Zakat Nasional, (BAZNAS), Arifin Purwakananta, sedikit menyayangkan penyelarasan program pengentasan kemiskinan, tidak diikuti penegasan posisi zakat.
Padahal, ia menilai penegasan zakat sebagai pengurang zakat akan memberikan banyak keuntungan, terutama peningkatan pembayaran zakat. "Jangan lupa, peningkatan zakat itu bukan sekadar dana tapi peningkatan kesalehan sosial," kata Arifin kepada Republika, Ahad (25/9).
Arifin menerangkan, selama ini di Indonesia zakat seakan menjadi rukun Islam yang paling sering terabaikan umat Islam, dan terkesan remeh dibandingkan rukun Islam lain. Maka itu, penegasan posisi zakat akan membantu meningkatkan kepatuhan umat Islam kepada rukun Islam, atau dengan kata lain meningkatkan kesalehan sosial.
Ia merasa, peningkatan kesalehan sosial masyarakat melalui pembayaran zakat, akan membantu mengembangkan kegiatan ekonomi yang ada di masyarakat itu sendiri.
Menurut Arifin, itu merupakan janji Allah SWT kalau ekonomi masyarakat akan tumbuh bila masyarakat berkah, yang tentu terwujud saat masyarakat melaksanakan perintah agama seperti zakat. "Ekonomi akan tumbuh apabila masyarkat berkah, masyarakat patuh akan perintah agama," ujar Arifin.
Selain itu, ia mengungkapkan masyarakat masih banyak yang mengeluhkan kesulitan pembayaran zakat, dan ingin pemerintah memberikan insentif berupa penegasan posisi zakat sebagai pengurang pajak.
Arifin menuturkan, keinginan masyarakat itu didasarkan kepada usulan lain dari masyarakat, yang ingin dapat membayarkan zakatnya melalui pemotongan gaji.