REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menurut peneliti senior Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah FEB Universitas Indonesia, Yusuf Wibisono hampir semua program pendayaaguna zakat OPZ beririsan dengan program pemerintah.
Misal di klaster penanggulangan bencana. Pemerintah selama ini kedodoran sebab begitu ada bencana alam, respon birokrasi lambat. Di tahap respon awal bencana, OPZ lebih cepat.
Di tahap rehabilitasi pascabencana pun kerja OPZ bisa dibilang bagus. Bila hal semacam ini bisa dikoordinasikan akan bagus. ''Dengan dana zakat yang terbatas saja OPZ bisa bergerak cepat. Dana penanggulangan bencana itu lebih besar dari pengumpulan zakat. Dana zakat pada 2015 saja baru Rp 2 triliun,'' kata Yusuf.
Pun di klaster pemberdayaan ekonomi. Jika pemerintah punya KUR, OPZ punya program pembiayaan mikro plus pendampingan. Menyentuh dan mendampingi petani dan peternak, ruang kerja sama OPZ dengan pemerintah sebenarnya sangat luas. OPZ tumbuh dari akar rumput, dekat, dan ada di tengah masyarakat dibanding program pemerintah yang tidak berkelajutan.
Alasan lain adalah dana zakat harus disalurkan sesuai ketentuan untuk delapan asnaf. Akan lebih tepat jika OPZ yang melaksanakan program terkait dana zakat. Pemerintah bisa memberi arahan misalnya lokasi mana yang belum memiliki rumah sakit sehingga OPZ yang mau membangun rumah sakit untuk warga miskin bisa diarahkan ke lokasi tersebut.
Sebelumnya, Bappenas menyatakan pemerintah ingin dana zakat dapat digunakan untuk memperkuat program pemerintah dalam pengentasan kemiskinan. Program badan pengumpul zakat seperti Baznas bisa diselaraskan dengan program pengurangan kemiskinan pemerintah.
Nantinya, Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) yang akan jadi wadah menyambungkan zakat dengan program-program pengentasan kemiskinan. Komite yang dipimpin Presiden RI dapat merekomendasikan program zakat dengan program penanggulangan kemiskinan pemerintah.