REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sheikh Ahmadou Bamba Mbakke adalah salah satu pahlawan dalam sejarah Senegal. Kisahnya tidak lepas dari perannya melawan praktik kolonialisme Prancis abad ke-19 di tanah Afrika Barat. Sheikh Ahmadou Bamba bersama pengikut dan para muridnya merupakan salah satu motor perlawanan terhadap penjajahan Prancis.
Pemerintah kolonial Prancis yang kala itu terus merasa terancam menjatuhkan hukuman pengasingan pada Sheikh Ahmadou Bamba selama lebih dari 10 tahun. Ia diasingkan mulai dari 1895 hingga 1907 di tempat pembuangan.
(Baca: Masjid Raya Touba, Penyejuk di Tengah Daratan yang Terik)
Pembuangan ini memicu perlawanan keras. Akibat yang tak diduga, dukungan serta popularitas Sheikh Ahmadou Bamba di tengah masyarakat Senegal malah meningkat. Prancis yang kala itu memiliki kepentingan ekonomi di Afrika barat menyadari ancaman lepasnya wilayah jajahannya bila menindas tokoh agama.
Sebuah kesepakatan pun dilakukan antara Prancis dan Sheikh Ahmadou Bamba. Ia kemudian dilepaskan dan diizinkan hanya untuk memimpin kelompok spiritual sufistik. Prancis pun memberikan lahan gurun seluas 400 hektare untuk bermukim dan mengembangkan gerakan sufistiknya.
(Baca Juga: Gaya Islam Klasik Masjid Raya Touba)
Pada 1926, Sheikh Ahmadou Bamba mulai membangun sebuah kota di kawasan Touba dan sebuah masjid. Namun, setahun berselang, pada 1927, ia meninggal dunia. Gerakan spiritual dan misinya ini kemudian dilanjutkan oleh putranya, Mouhamadou Moustapha Mbakke. Proyek pembangunan masjid pun berlanjut.
Namun, krisis ekonomi pada 1930 dan Perang Dunia II membuat rencana pembangunan masjid kembali terhambat. Mouhamadou Moustapha Mbakke kemudian dihadapkan dengan sikap kolonial dan pemukim Prancis yang menentang pembangunan masjid ini. Salah satunya adalah perubahan status lahan dari pemberian menjadi sewa terhadap Pemerintah Kolonial Prancis.
Pada 1945, Mouhamadou Moustapha Mbkke kemudian meninggal dunia tanpa berhasil menyelesaikan pembangunan masjid secara utuh. Proyek pembangunan ini kemudian dilanjutkan saudaranya, Mouhammadou Falilou Mbakke, yang akhirnya berhasil diresmikan pada 1963 setelah empat tahun kemerdekaan Senegal.