Kamis 25 Aug 2016 16:31 WIB

Masjid Agung Sumedang Jadi Situs Bersejarah

Masjid Agung Sumedang
Foto: bimas.kemenag.go.id
Masjid Agung Sumedang

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat ini Masjid Tegal Kalong menjadi situs bersejarah di Kabupaten Sumedang. Cerita kelam penyerangan Kerajaan Banten mungkin sudah hilang dalam ingatan. Namun tidak seharusnya situs bersejarah seperti Masjid Besar Tegalkalong dibiarkan tidak terawat.

Menurut sejarawan Nina Herlina Lubis, Masjid Besar Tegalkalong menjadi masjid pusaka karena merupakan masjid yang pertama kali dibangun di Sumedang. Didirikan oleh Raden Suriadiwangsa pada tahun 1600-an.

Selain itu, dulunya Tegalkalong merupakan Ibu Kota Kabupaten Sumedang. Nina menjelaskan sejarah Tegal kalong dimulai ketika Kerajaan Sunda pada tahun 1579 mengalami keruntuhan. Mahkota kekuasaan yang sebelumnya dikuasi Kerajaan Sunda akhirnya diserahkan kepada Kerajaan Sumedanglarang.

Di masa kejayaannya, Sumedanglarang menguasai semua wilayah Jawa Barat saat ini. Kecuali Banten, Cirebon dan Jakarta. (Baca: Masjid Agung Kebanggaan Warga Sumedang)

Prabu Geusan Ulun menjadi pemegang mahkota yang menjadi simbol pewaris Kerajaan Sunda. Saat itu Geusan Ulun memindahkan ibu kota kerajaan Sumedanglarang dari Dayeuh Luhur ke Tegalkalong. Setelah meninggalnya Prabu Geusan Ulun pada 1601, Kerajaan Sumedanglarang berakhir dan berganti menjadi sebuah kabupaten.

Putra Geusan Ulun, Raden Suria di wangsa atau dikenal dengan Pange ran Ranggagempol menjadi bupati per tama Sumedang. Kekuasaan Su medang saat itu berada di dalam ke kuasaan Mataram. Dikatakan Nina, saat itu Tegalkalong menjadi pusat pemerintahan.

Untuk melengkapi kegiatan pemerintahan, maka dibangunlah sebuah masjid. Pada awal mula didirikan, masjid tersebut masih ber bentuk surau. Terbuat dari kayu dan din dingnya ter buat dari anyam an bam bu. Menu rut Nina, arsitektur yang diguna kan me ru pa kan gaya li masan dan gaya sinkretis, perpaduan antara arsitektur Islam dan Hindu. Atap tumpangan berjumlah tiga atau lima merupakan gaya dari bangunan candi. Hal itu memperlihatkan proses Islamisasi yang di alami Sunan Kali jaga.

“Dulu Sunan Kalijaga melakukan dakwah di candi,” ujar Nina kepada Republika.

Selain itu atap tumpang tersebut di sangga empat tiang utama atau saka guru. Sebetulnya saka guru hanya me miliki satu tiang. Namun disesuaikan dengan kebutuhan dan fungsi tiang maka digunakan empat buah pe nyang ga. Di depan masjid yang saat ini men jadi lapangan tenis, dulunya merupa kan alun-alun. Di sebelah se latan terdapat pendopo peninggalan Kerajaan Sumedanglarang yang saat ini digunakan sebagai kantor kecamatan.

Dikatakan Nina, ada sebuah peristiwa tragis yang menjadikan Masjid Tegalkalong semakin bersejarah. Tragedi itu terjadi pada tahun 1678, saat Kabupaten Sumedang berada di bawah kekuasaan Pangeran Panembahan Ranggagempol III.

Saat itu bupati ingin mengembalikan kejayaan Sumedanglarang dengan meminta bantuan pada Kesultanan Banten. Namun Banten memberi syarat agar Sumedang turut melawan VOC. Mendengar persyaratan tersebut Pangeran Panembahan menolak persyaratanitu.

Alhasil Banten marah dan melakukan serangan ke Sumedang. Saat itu Sumedang meminta bantuan kepada VOC hingga di lengkapi ber bagai senjata. Dari Muara Beres yang berada di Bo gor, Ban ten melaku kan serangan. Selama satu bulan mengepung Sumedang, ak hir nya Banten menyerah setelah ditarik pulang oleh Sultan Agung Tirtayasa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement