Rabu 10 Aug 2016 19:53 WIB

Ummu Haram Binti Malhan, Pejuang Muslimah di Lautan

Rep: Sri Handayani/ Red: Agung Sasongko
Lautan (ilustrasi)
Lautan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nama lengkapnya adalah Ummu Haram binti Malhan bin Khalid bin Zaid bin Haram bin Jundub bin Amir bin Ghanam bin Adi bin Najar Al-Anshariyah An-Najariyah Al-Madiniyah.

Ummu Haram termasuk wantia yang mulia dalam Islam. Ia berbaiat kepada Nabi SAW dan dekat dengan Nabi SAW. Ia pun terkenal sebagai perawi hadis karena kedekatannya dengan Rasulullah SAW. Ummu Haram juga meriwayatkan hadis dari keponakannya, Anas bin Malik.

Suatu hari, Rasulullah mengunjungi Anas dan keluarganya. Di tempat itu ada pula Ummu Haram. Dalam kesempatan tersebut, Rasulullah meminta mereka berdiri dan shalat bersamanya. "Maka, kami shalat bersama beliau dan itu bukan shalat wajib," kata Anas.

Rasulullah SAW juga kerap mengunjungi keluarga Ummu Haram yang tinggal bersama suaminya, Ubadah bin Shamit. Kunjungan Rasulullah SAW ini adalah bukti jika keluarga Ummu Haram termasuk keluarga yang dimuliakan. Sebelum menikah dengan Ubadah, Ummu Mahram pernah menikah dan memiliki seorang putra. Suami dan anaknya syahid saat mengikuti perang Badar.

Anas menceritakan, suatu kali Rasulullah SAW mampir ke rumah Ummu Haram. Ummu Haram pun menyiapkan makanan untuk Rasulullah. Setelah makan, Rasulullah menyenderkan kepalanya ke dinding dan tertidur. Tiba-tiba, Rasulullah terbangun dan tertawa.

Kemudian, Ummu Haram bertanya, "Wahai Rasulullah, apa yang membuatmu tertawa?" Rasulullah menceritakan, ia bermimpi bahwa ada sekelompok umatnya yang mengarungi lautan. Dalam mimpi itu, mereka terlihat bak raja di atas singgasana.

Mendengar hal itu, Ummu Haram meminta Rasulullah SAW berdoa agar ia termasuk dalam kelompok tersebut. Rasulullah pun mendoakan dia, kemudian tidur kembali. Tak lama kemudian, Rasulullah terbangun. Ia kembali tertawa dan menceritakan mimpi yang sama. Ummu Haram kembali meminta agar dia didoakan hal yang sama. Kejadian ini berulang hingga tiga kali. Lalu, Rasulullah menjawab, "Engkau termasuk orang yang pertama."

Peristiwa yang diceritakan Nabi Muhammad SAW dalam riwayat Imam Ahmad itu menjadi kenyataan pada 28 H atau 649 M. ketika itu, Ummu Haram bersama suaminya turut dalam sebuah pasukan laut kaum Muslimin. Khalifah Utsman bin Affan mengutus Muawiyah untuk memperluas wilayah ke Qabarsha.

Ummu Haram dan suaminya ikut dalam rombongan perang. Ketika mereka pulang, seekor bighal yang dipersiapkan untuknya tiba-tiba menyerang. Ummu Haram terjatuh dan meninggal. Ia meninggal di lokasi yang sama, Pulau Cyprus, dan dimakamkan di sana.

Belakangan, kerajaan Turki Utsmani menghormati makam Ummu Haram dengan membangun sebuah masjid di sebelahnya. Kompleks makam ini dikenal dengan nama Hala Sultan Tekke. Menurut buletin bulanan PBB di Cyprus, the Blue Beret, Tekke bermakna biara atau tempat ibadah. Dalam konteks Islam, istilah ini identik dengan masjid atau makam. Hala Sultan berarti bibi dari seorang pemimpin atau sultan. Ini konon mengacu pada Rasulullah SAW, walaupun makna kata "bibi" bersifat majas dan tidak menyebabkan mahram.

Ummu Haram termasuk perawi hadis Nabi. Ia meriwayatkan beberapa hadis dari Rasulullah. para sahabat dan tabiin terkenal meriwayatkan hadis dari dia. Imam Bukhari meriwayatkan tiga hadis dari jalur Ummu Haram; Imam Abu Dawud dan Imam Ahmad masing-masing dua hadis; Imam Muslim, Imam Nasai, dan Ibnu Majah masing-masing satu hadis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement