Selasa 09 Aug 2016 04:47 WIB

NU, Campa, Para Wali di Jawa, dan Manipulasi Sejarah Keruntuhan Majapahit

Seorang pedagang keliling melintas di depan deretan rumah bergaya arsitektur Majapahit di Desa Bejijong, Kawasan Cagar Budaya Nasional Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur, Kamis (10/3).
Foto:
Ilustrasi Kerajaan Samudra Pasai.

Dalam Hikayat Raja-raja Pasai dan Hikayat Banjar, dipaparkan bahwa sekitar tahun 1365 M, setelah pasukan Majapahit menaklukkan Sriwijaya di Palembang, kemudian menaklukkan kesultanan Samudra Pasai. Banyak tawanan perang dibawa oleh tentara Gajah Mada ke Jawa Timur.

Mereka terdiri dari putra-putri keraton Pasai, bangsawan, ulama, pedagang, mantan jendral, tabib, dan lain sebagainya. Mereka diberi tempat di Ampel Denta, Surabaya.

Lambat atau cepat komunitas Muslim bertambah besar jumlahnya. Arus pelayaran dan perdagangan dari Aceh ke Jawa Timur dan sebaliknya semakin ramai. Islam berkembang dengan pesat. Puluhan wali penyebar Islam lahir di kota-kota pesisir Jawa Timur.

Bukan hanya di Gresik, Tuban, Surabaya dan Sedayu, tetapi juga di Lamongan, Demak, Pati, Rembang, Madura dan lain-lain. Bahkan sampai ke pedalaman seperti Kediri, Jombang dan Madiun.

Wali-wali awal di pulau Jawa seperti Maulana Malik Ibrahim malah berkerabat dengan Ratu Nahrisyah dari Pasai. Sunan Giri dan Sunan Ampel belajar agama di Samudra Pasai. Raja-raja Majapahit kawin dengan putri Pasai dan Islam pun merembes ke lingkungan istana Majapahit.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement