Jumat 22 Jul 2016 04:47 WIB

Islam, Terorisme, dan Kuasa Politik

Sejumlah prajurit TNI menyusuri jalan setapak dalam hutan untuk memburu kelompok Santoso di Desa Sedoa, Lore Utara, Poso, Sulawesi Tengah, Kamis (24/3).
Foto:
Aksi teror di Baghdad (ilustrasi)

Kasus teror di Indonesia, tipologi pertama dan kedua sudah terbentuk, tetapi tipologi ketiga sulit diwujudkan karena pergumulan Islam sembilan abad silam belum utuh membentuk struktur ortodoksi Islam yang disebabkan sinkretis masyarakat. Dalam konteks itu aliran Islam modern dan tradisional, tetapi kedua aliran tidak melepaskan ikatan keutamaan Islam.

Islam modern terpecah dalam firqah Islam liberal dan konservatif. Sempalan liberal lahir pos-tradisional dan liberal fundamentalis, sedangkan Islam konservatif lahir firkah jihad-teroris yang menyatakan dirinya paling benar dan lainnya kafir. Sekte jihad-teroris bersikap radikal dengan skriptualisme Alquran sebagai //philosopische gronslag// yang tentunya tidak mengakui Pancasila dan UUD 1945.

Struktur Islam tradisional di bawah Nahdlatul Ulama (NU), sedangkan Islam modern di bawah Muhammadiyah. Keduanya tidak mengakui eksistensi jihad-teroris yang melakukan tindakan kekerasan dan pembunuhan. Gigihnya penolakan itu tipologi ketiga tidak berkembang, bahkan penolakan didukung TNI dan Polri.

Wacana teror dalam sejarah bangsa kita ada dua faktor. Pertama, tumbuh alami karena perubahan situasi sosial ekonomi dan sosial politik. Kedua, pengaruh firkah jihad-teroris dan berelasi dengan jaringan transnasional Islam. Jaringan itu sudah ada sejak abad ke-19 ketika represi politik kolonial dan masuknya pemikiran radikal Timur Tengah.

Pada masa Orde Baru jaringan ini menguat dan membangun relasi puritanisme Timur Tengah. Relasi transnasional dibedakan awal Islamisasi, masa kolonialisme, dan lahirnya firkah jihad-teroris.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement