Rabu 29 Jun 2016 17:46 WIB

Saatnya Tingkatkan Kualitas Muslim Indonesia

Rep: Amri Amrullah/ Red: Agung Sasongko
Jama'ah membaca ayat suci Al-quran usai menunaikan Shalat Tarawih di Masjid Istiqlal, Jakarta, Selasa (21/6).
Foto: Republika/ Raisan Al Farisi
Jama'ah membaca ayat suci Al-quran usai menunaikan Shalat Tarawih di Masjid Istiqlal, Jakarta, Selasa (21/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Muslim Indonesia yang jumlahnya terbesar di dunia tidak lama lagi akan dikalahkan oleh India, bila Muslim di Indonesia hanya masih sebatas bangga dengan sekedar jumlah atau kuantitatif semata.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Luar Negeri, KH. Muhyidin Junaidi mengatakan Indonesia tidak akan bisa menjadi pusat peradaban Islam dunia jika masih hanya sekedar berbangga dengan besaran jumlah semata.

Saat ini jumlah penduduk Indonesia yang beragama Islam lebih kurang 180 juta jiwa, jumlah yang terbesar dibandingkan negara manapun. Namun Muhyidin menyadur pernyataan mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie saat berbuka puasa di istana presiden, Senin (27/6) lalu, jumlah ini akan dikalahkan oleh Muslim India dalam waktu 30 tahun mendatang.

"Menurut saya pernyataan Pak Jimly saat itu sangat tepat, perlu diwujudkan namun sekaligus menjadi kritik bagi muslim Indonesia. Di saat kita masih membanggakan kuantitas dibanding kualitas, justru itu akan disalip oleh India," kata dia kepada Republika.co.id, Rabu (29/6).

(Baca: 30 Tahun Lagi Jumah Muslim India Terbesar di Dunia)

Ia menjelaskan, kondisi yang terjadi pada Muslim Indonesia adalah lebih cenderung mengutamakan simbol-simbol daripada substansi. Dalam setiap kesempatan Indonesia selalu berbangga dengan jumlah, Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar.

Padahal, lanjutnya bila melihat sejarah peradaban Islam telah berganti ganti bukan pada jumlah tapi pada kualitas keagamaan dan keilmuannya. Dahulu di awal Islam peradaban Islam Arab sudah berjaya, kemudian beralih ke Persia, Afrika, Spanyol, Turki dan India.

Semua itu didasarkan pada kualitas keilmuan dan keagamaan yang ditumbuhkan di wilayah tersebut. Melihat apa yang terjadi di Indonesia, hingga saat ini kualitas keagamaan muslim Indonesia mayoritas masih rendah. 

Kondisi ini diperparah dengan fakta hanya 10 jutaan Muslim Indonesia yang mengenyam pendidikan tinggi. Sedangkan puluhan hingga seratus juta lainnya hanya tamat pendidikan dasar dan menengah.

Namun Muhyidin tidak menampik ada modal yang bisa menjadikan Indonesia sebagai pusat peradaban Islam dunia. Perkembangan demokrasi yang jauh lebih baik dan sumber daya alam serta manusia dari generasi muda yang besar menjadi modal lain.

Karenanya, ia berharap sudah saatnya Indonesia bersama elemen ormas Islam dan pemerintah sadar akan hal ini. Terutama di tengah semakin hilangnya harapan muslim dunia di kawasan Timur Tengah sekarang ini. 

"Ormas Islam dan pemerintah saatnya bersatu, meningkatkan kualitas dari sisi pendidikan dan keagamaan," ujar dia. 

Perbaiki pola komunikasi, terutama kemampuan bahasa internasional Inggris dan Arab. Publikasi jurnal ilmiah dari para ulama dan cendikiawan muslim Indonesia harus diperbanyak. Bahkan menurutnya, peran pendidikan tinggi Islam sebagai lembaga ilmu pengetahuan dan keagamaan harus lebih diperkuat dari sebelumnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement