REPUBLIKA.CO.ID, Allah SWT melarang keras setiap Muslim untuk menggunjing. Kegiatan yang dikenal dengan bahasa gibah ini dihinakan setara dengan memakan daging manusia yang sudah mati. “Dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. (QS al-Hujuraat: 12).
Rasulullah mendefinisikan gibah sebagai perbuatan membicarakan orang lain (saudara seiman) dengan sesuatu yang dibencinya. Ketika apa yang dikatakan benar maka disebut dengan gibah. Jika tidak benar, dikatakan dusta.
Meski Allah dan Rasul-Nya sudah tegas melarang gibah, aktivitas tersebut sulit terbendung. Naluri manusia untuk bercerita dan mendengarkan cerita menjadi salah satu musabab lestarinya tradisi itu. Pakar Komunikasi Universitas Padjadjaran Prof Deddy Mulyana menjelaskan, manusia memang memiliki kepuasan setelah berkomunikasi. "Tingkat kesenangan itu akan lebih tinggi kalau cerita itu mengandung beberapa unsur," ujar Deddy saat dihubungi Republika, Selasa (7/6).
Unsur tersebut, antara lain, cerita yang mengagetkan, dramatis, dan membuat orang penasaran. Ditambah, dengan bumbu-bumbu sensasional meskipun belum tentu sesuai dengan kenyataan."Nabi melarang sebenarnya gibah. Jangankan yang tidak nyata atau bohong, yang nyata pun sebenarnya kan tidak boleh disampaikan," kata Deddy.