REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penerapan sertifikasi halal bagi produk di Indonesia hingga kini masih menuai perdebatan di beberapa sektor industri. Meskipun Undang-Undang Jaminan Produk Halal (JPH) sudah disahkan 2014 lalu.
Direktur Eksekutif Gabungan Perusahaan Farmasi Darajatun mengatakan, sebelum Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait JPH disahkan perlu diskusi lebih intensif. Darajatun menilai, perusahaan farmasi belum diberikan kesempatan menyampaikan pendapat.
"Kita perlu menyampaikan dalam bentuk persentasi, ini masalah yang kami hadapi. Biar jelas dan mudah dimengerti," ujar Darajatun usai 'Temu Wicara Halal 2016', di Hotel A One, Jakarta Pusat, Kamis (2/6).Darajatun mengungkapkan, ada banyak persoalan di farmasi jika masuk dalam daftar yang harus disertifikasi seperti bahan baku yang masih impor.
Sementara, mereka tidak dapat dipastikan apakah mampu menyediakan bahan baku yang memenuhi standar halal. Jika mereka tidak mampu menyediakan sesuai standar halal dikhawatirkan perusahaan farmasi tidak bisa memproduksi obat."Jadi jangan kita yang dijadikan sasaran," kata Darajatun.
Darajatun menegaskan, pihaknya tidak keberatan pemerintah melakukan sertifikasi terhadap produk makanan, minuman, maupun obat-obatan. Darajatun hanya meminta solusi tepat dengan persoalan komplek yang dihadapi perusahaan farmasi.
Darajatun mengharapkan pemerintah tidak hanya meminta perusahaan melaksanakan aturan. Sementara masalah yang akan dihadapi lebih banyak."Mereka harus mengerti posisi kita, dari segi pemerintah pokoknya laksanakan itu bukan solusi," Darajatun menambahkan.