REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Interaksi Spanyol dengan Islam dimulai pada abad ke-9 dalam ekspansi Islam ke Eropa. Beberapa abad dekade kemudian, pada 1942, terjadi gelombang pengusiran umat Islam di negara yang beribukotakan Madrid itu.
Beberapa Muslim yang masih menetap di Spanyol pada masa itu mengaku beragama Katolik agar tidak diusir. Namun, mereka tetap mempraktikkan ajaran Islam. Kecenderungan ini memudar dari waktu ke waktu dan kehadiran Muslim di negara penganut sistem monarki konstitusional itu menghilang sampai 1960-an.
Awalnya, banyak orang Maroko memasuki industri pariwisata di pantai Mediterania. Mereka sering berusaha untuk masuk ke Prancis. Profil dari Maroko ini mulai bergeser dan mereka mulai datang dari daerah Maroko, Spanyol utara, dan menetap di Catalonia.
Dilansir dari euro-islam.info, karena berbatasan dengan Spanyol, tepatnya di perbatasan utara, gelombang imigran terbesar datang dari Maroko. Banyak imigran mulai menetap di Spanyol hingga akhir 1970-an dan diperkirakan ada 100 ribu orang Maroko di Barcelona.
Sejak 1980-an, pertumbuhan populasi Muslim terjadi karena reunifikasi keluarga. Estimasi saat ini menempatkan penduduk Muslim Spanyol berjumlah 500 ribu, terutama Maroko.
Selain bangsa Maroko, juga terdapat warga Suriah, Lebanon, Yordania, dan Irak yang datang sebagai mahasiswa dan pengusaha. Pada 1977, angka ini semakin bertambah karena mencakup pengungsi Palestina dan pada 1979 pengungsi Iran.
Kendati demikian, kelompok penting dari umat Islam di negara ini terdiri bukan dari migran, melainkan warga Spanyol asli yang memutuskan memeluk Islam. Pada 1970-an telah terjadi peningkatan tajam terkait jumlah orang Spanyol yang memeluk Islam.
Hal ini terjadi karena kebutuhan untuk memulihkan identitas autentik Spanyol pada masa pemerintahan Muslim.
Hasilnya, pada pertengahan 1990-an, jumlah mualaf mengisi setengah dari populasi Muslim Spanyol. Perkiraan saat ini jumlah mualaf di Spanyol sekitar enam ribu orang.