REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islam Nusantara coba diperkenalkan secara global lewat International Summit of Moderate Islamic Leaders (ISOMIL). Konsep ini dinilai menjadi jawaban atas konflik berkepanjangan negara-negara Islam.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siradj, menilai persoalan paling mendasar di Timur Tengah adalah belum adanya titik temu Islam dan nasionalisme. Ia melihat, di satu sisi para ulama dunia masih bermimpi mendirikan sistem khilafah islamiyah, sementara kepedulian para tokoh politiknya sangat rendah terhadap Islam.
Padahal, lanjut Said Aqil, pemikiran ulama sebesar Hasyim Ashari sejak dulu tidak pernah membenturkan kepentingan agama Islam, dengan nasionalisme yang membela bangsa dan negara. Dia berpendapat, siapa pun yang mengaku beragama Islam belumlah terlengkapi imannya, apabila orang itu tidak atau belum membela bangsa dan negaranya.
Said Aqil mengungkapkan kekagumannya atas pemikiran visioner dari Hasyim Ashari, yang ia anggap sebagai tokoh ulama nasionalis dan tokoh nasional yang berlatar ulama. Maka itu, ia berharap pemikiran itu dapat diterapkan oleh negara-negara Islam secara global, sehingga konflik berkepanjangan di Timur Tengah dapat terselesaikan.
"Sudah saatnya pola pikir Hasyim Ashari diterapkan di dunia, terutama oleh negara-negara Islam secara global," kata Said Aqil, saat memberi sambutan di ISOMIL, Senin (9/5).
Ia menambahkan, pemikiran itulah yang menjadi ciri khas Islam di Indonesia dan menjadi sebuah spesialisasi Islam Nusantara, Islam yang dapat menyinergikan budaya, peradaban dan kebangsaan. Pemikiran ini dinilai akan membuat Islam menjadi pemersatu, serta memabasahi pemikiran nasionalis semata yang kering tanpa agama. (C25-wahyusuryana)