REPUBLIKA.CO.ID, BATAM -- Direktur Pemberdayaan Zakat Kementerian Agama Tarmizi Tohor mengatakan, potensi zakat di seluruh Indonesia mencapai Rp 217 triliun dalam setahun. Dia menjelaskan, potensi itu belum seluruhnya tergali dan dimanfaatkan bagi kesejahteraan umat.
"Bicara angka, sebenarnya potensi zakat di Indonesia Rp 217 triliun per tahun, namun baru tergali Rp 3,7 triliun pertahun," kata Tarmizi Tohor dalam siaran pers Lokakarya Pengembangan Zakat Produktif, di Batam, Rabu (27/4).
Jumlah Muslim Indonesia sebanyak 210 juta orang dan 60-70 persennya adalah pembayar zakat. Hanya sekitar 35 persen penduduk Indonesia merupakan warga miskin yang mendapat penyaluran zakat.
Jika potensi dan pengelolaan zakat dilakukan maksimal, Tarmizi mengaku yakin, dalam 10 tahun dana itu mampu membuat perubahan ekonomi masyarakat dengan mengangkat derajat ekonomi umat Islam.
"Tujuan berzakat si kaya tetap kaya dan si miskin menjadi kaya sehingga berkurang jumlah umat Muslim yang miskin di Indonesia. Kesalahan kita hingga kini adalah tata kelola zakat masih belum optimal," katanya.
Ia mengingatkan, zakat bukan hanya potensi sosial yang memiliki fungsi sosial melainkan juga memiliki potensi ekonomi yang besar. "Saya sudah membuat strategi bagaimana Baznas bisa mengelola zakat dengan komposisi 60 persen untuk kegiatan produktif dan hanya 40 persen saja untuk kegiatan konsumtif," kata Tarmizi Tohor.
Ia menjelaskan beberapa syarat agar pengelolaan zakat optimal terpenuhi, di antaranya adanya regulasi dari pemerintah yang tegas dan badan pengelola yang profesional.
Sebenarnya, Indonesia memiliki undang-undang tentang zakat. Namun, penerapan UU tersebut masih relatif lemah. "Sampai saat ini tidak ada sanksi bagi umat Islam yang tidak membayar zakat. Kita ambil contoh di Kelantan, Malaysia. Di sana ada regulasi tentang zakat yang memuat ancaman pidana bagi umat Islam yang tidak menunaikan. Makanya, di Kelantan, penduduk sedikit tetapi dana zakat sangat besar," kata dia.