REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) ke-34 Tingkat Provinsi dimanfaatkan sebagai momen refleksi kesetaraan gender berdasarkan petunjuk Alquran. Hal tersebut ditegaskan dalam cabang perlombaan paling bungsu MTQ yakni Musabaqah Makalah Ilmiah Alquran (M2IQ).
"Kita mengangkat dua tema besar yakni soal budaya kerja dan kesetaraan gender," kata Ketua Majelis Dewan Hakim M2IQ Agus Ahmad Syafe'i dalam sambutannya di acara presentasi final M2IQ, Jumat (22/4).
Merefleksi isu kesetaraan jender dalam perspektif Alquran di zaman modern, lanjut dia, akan menjadi bahasan sekaligus solusi yang segar. M2IQ merupakan cabang MTQ yang berkonsentrasi di ranah kompetisi menggali ilmu Alquran secara ilmiah dalam bentuk makalah.
Cabang tersebut merupakan satu-satunya yang terdokumentasi, otentik, dan menjadi produk intelektual MTQ yang dapat disebarluaskan dalam bentuk buku tercetak.
Dalam pelaksanaannya, para peserta diberi waktu hanya delapan jam untuk menyusun naskah dengan tema tertentu menggunakan mesin ketik klasik. Para peserta hanya diperbolehkan menggunakan referensi dari buku dan menjauhi segala sumber dari internet. Penggunaan mesin tik bertujuan menjaga keotentikan naskah sembari menguji kerunutan berpikir para finalis.
“Menciptakan prestasi itu penting, tapi ada yang paling penting, yaitu menyediakan media, institusi, yang bisa dijadikan medium pemuda Islam membangkitkan potensi menulis yang terpendam,” katanya.
Sejauh ini, kata Agus, hampir seluruh cabang-cabang perlombaan MTQ merepresentasikan tradisi lisan. Tradisi ini masuk kepada kategori mainstream yang kurang bisa mencerahkan umat menuju arah kemajuan. “Kita butuh kegiatan yang jelas tapaknya, jejaknya. Maka lahirlah M2Q,” ujarnya.