Kamis 07 Apr 2016 16:21 WIB

Kemenag Lebak Jamin Pesantren Bebas dari Ekstrem Kiri dan Kanan

Sejumlah santri di sebuah pondok pesantren (ilustrasi)
Foto: Antara/Arief Priyono
Sejumlah santri di sebuah pondok pesantren (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK -- Kantor Wilayah Kementerian Agama Kabupaten Lebak, Banten, menjamin pondok pesantren yang ada di daerahnya terbebas dari pengaruh paham radikal.

"Kami menjamin ponpes di Lebak bebas dari pemahaman radikali atau ekstrem kiri maupun kanan," kata Kepala Seksi Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Lebak Asep Sunandar di Lebak, Kamis (7/4).

Menurut Asep, selama ini Kemenag Lebak mengoptimalkan pembinaan hukum bagi pengelola pondok pesantren. Baik yang modern maupun tradisional (salaf) guna mencegah ajaran radikalisme maupun kekerasan.

"Kami melakukan pembinaan hukum secara rutin bulanan dengan melibatkan kepolisian dan kejaksaan," kata dia.Ia mengatakan, ponpes yang berkembang di Kabupaten Lebak menerapkan kurikulum mengacu Kementerian Agama RI dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Selain itu, ponpes dinilai mengajarkan nilai-nilai empat pilar kebangsaan yakni Pancasila, UUD 45, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI. Karena itu, pihaknya menjamin keberadaan ponpes di Lebak tidak ada satu pun yang mengajarkan radikalisme atau kekerasan.

Menurut dia, tercatat ada 1.122 pondok pesantren yang tersebar di 28 kecamatan di Lebak. Terdiri atas 16 pesantren modern dan sisanya pesantren salaf yang mengutamakan pembelajaran nilai-nilai pendidikan keagamaan seperti tafsir Al Quran, hadits, fiqih, bahasa Arab, akhlak, akidah, dan sejarah Islam.

"Kami mendorong ponpes di daerah ini terus berkembang sehingga dapat membantu peningkatan sumber daya manusia (SDM) dan indeks pembangunan manusia (IPM)," katanya.

Sementara itu, seorang pengelola ponpes di Kecamatan Rangkasbitung KH Badrudin mengaku dirinya mendirikan lembaga pendidikan keagamaan karena panggilan sebagai anak bangsa yang memiliki tanggung jawab untuk mencerdaskan masyarakat.

"Seluruh siswa di sini kebanyakan orang tua mereka dari keluarga tidak mampu ekonomi. Kami tidak memungut biaya pendidikan dan hanya dikenakan sistem suka rela," katanya.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement