Jumat 25 Mar 2016 20:05 WIB

Penuturan Psikolog UGM yang Terpesona dengan Keluarga Siyono

Akun Facebook Dwi Estiningsih
Foto:

Di ruang tamu, tampak 3 balita sedang bermain. "Ibrahim, sini dekat sama bu esti," kata Bu Sri.

Ibrahim adalah anak keempat, usia 4 thn, masih playgroup, seusia anak bungsu saya. Ibrahim tampak "menarik diri", tidak mau menatap dan belum pernah sekalipun saya melihatnya tersenyum. Nampaknya Ibrahim merasa kehadiran orang-orang asing membawa hal buruk bagi keluarganya, namun Ia tak sanggup mengungkapkan.

Barangkali Ibrahim juga sering bertanya, di mana abi?

Ya Allah...

Satu sosok yang saya nanti adalah Bu Fida, Istri alm. Siyono. "Bu Fida sejak habis subuh tadi sudah pergi bu, bersama si bungsu Hilmy," kata Bu Tum, kakak ipar alm. Siyono yg mendampingi ibunya.

Bu Tum sangat mengkhawatirkan adiknya. Sesekali dia menyeka air matanya... "Katanya Fida mau menenangkan diri, bawa anaknya yang masih menyusui, saya khawatir, dari tadi tidak bisa ditelepon."

Saya sangat memahami kekhawatiran Bu Tum karena tekanan yang begitu besar pada keluarga. Ada usaha dari aparat untuk meminta keluarga mengikhlaskan kepergian alm. Siyono, dan meminta bu Fida tanda tangan agar tidak menuntut apa pun.

Sampai sekarang permintaan aparat tersebut belum ditindaklanjuti oleh keluarga. Saya hanya menghela nafas. Dalam kasus sepenting ini tidak ada satu pun pengamanan. Saya berharap pengamanan bila sewaktu-waktu ada sesuatu hal.

Satu hal yang harus disyukuri adalah anak-anak alm. Siyono saat ini sudah dalam proses "trauma healing". Kehangatan keluarga, kedekatan hati mereka, saling percaya di antara mereka, itu yang menjadi kekuatan bagi anak-anaknya.

Ayah Ibu alm Siyono, mertua, kakak-kakak, keponakan. Semua saya lihat bersatu padu, saling mencermati kondisi masing-masing anggota keluarganya. Demi Allah... Keluarga yg dibangun dengan Iman memang bisa menghadapi kendala-kendala besar.

Esok atau lusa, saya masih ingin bersua, terutama anak-anaknya. Rosyidah, Isa, Ibrahim dan semoga bersua Ibunya (Bu Fida) dan Hilmi. Sungguh mereka hanya butuh banyak dukungan, mata orang-orang yang memandang tulus dan mau memahami kondisi mereka.

Semoga trauma healing nya berhasil, jangan sampai gara-gara cibiran orang di jalan dan lontaran-lontaran di sekitarnya menjadikan anak-anak mengalami hal traumatis!

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement