Selasa 22 Mar 2016 17:08 WIB

Mengenal Al-Ma'mun, Khalifah Pengantar Puncak Peradaban Islam

Rep: Heri Ruslan/ Red: Achmad Syalaby
Bekas istana Daulah Abbasiyah di Baghdad, Irak.
Foto:

Ketika Kerajaan Bizantium bertekuk lutut terhadap pemerintahan Islam yang dipimpinnya, sang khalifah memilih untuk menempuh jalur damai. Tak ada penjarahan terhadap kekayaan intelektual Bizantium, seperti yang dilakukan peradaban Barat ketika menguasai dunia Islam. Khalifah Al-Ma’mun secara baik-baik meminta sebuah kopian Almagest atau al-kitabu-l-mijisti (sebuah risalah tentang matematika dan astronomi yang ditulis Ptolemeus pada abad kedua) kepada raja Bizantium.

Pada era kekuasaannya, beragam peralatan observasi astronomi telah digunakan secara besar-besaran. Proyek penelitian astronomi pun dilakukan di Baghdad di zaman itu. Serangkaian proyek dalam bidang astronomi itu menjadi cikal bakal berdirinya universitas modern atau Madrasah di Baghdad.

Sumbangsih dan dedikasi sang khalifah dalam mengembangkan Astronomi diabadikan dalam sebuah kawah yang bernama Almanon atau Al-Ma’mun. Pemerintahan Al-Ma’mun menerapkan sistem kekuasaan terpusat. Khalifah juga secara berkala melakukan pergantian kepemimpinan di berbagai provinsi yang dikuasai Abbasiyah. Tak heran jika wilayah kekuasaan Dinasti Abbasiyah terus meluas. Saat Al-Ma’mun berkuasa, pemberontakan Hidun di Sindh dapat diredam.

Sebagian besar wilayah Afghanistan tunduk pada pemimpin Abbasiyah yang berada di Kabul. Kawasan pegunungan Iran juga dikuasai pemerintahan Abbasiyah. Kawasan Turkistan pun mengakui kekuasaan Abbasiyah. Sebagai seorang khalifah, Al-Ma’mun juga turun ke medan perang saat bertempur dengan Kerajaan Bizantium di Asia Kecil. Nyawanya nyaris terenggut saat memimpin sebuah ekspedisi di Sardis. Ia pun menjadi pemim pin panutan yang dicintai rakyatnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement