Selasa 08 Mar 2016 06:17 WIB

Tak Ada Peradaban Islam Bila tak Ada Buku...!

Anak-anak membaca buku di Perpustakaan Terapung di Taman Ayodya, Jakarta Selatan, Ahad (27/12).  (Republika/Yasin Habibi)
Al-Ghazali (ilustrasi).

Dalam peradaban Islam itu karya tulis memang menjadi bahan utama. Apalagi ada sandaran perintah Tuhan bahwa membaca (yang diperintahkan dalam wahyu pertama Alquran: Iqra) adalah hal yang wajib. Akibatnya, selama era kekhalifahan Isalam, penulisan buku menjadi sangat penting artinya. Para khalifah membangun perpustakaan dengan koleksi ribuan buku. Ilmuwan pun getol menulis hasil karyanya, baik itu dari bidang ilmu filsafat etika, kedokteran, sejarah, sosiologi, dan musik.

Tokoh klasiknya dalam hal ini, seperti al-Ghazali, al-Kindi, Ibnu Rushd, al-Farabi, Ibnu Khaldun, dan Ibnu Haitam. Tokoh yang berjasa besar dalam bidang perbukuan atau kasanah intelektual  adalah salah satu raja dalam dinasti Abbasiyah, Khalifah al-Makmun  yang memerintah pada 813-833 M. Dia sangat antusias mendorong penerjemahan berbagai karya filsafat dan ilmu pengetahuan Yunani ke dalam bahasa Arab. Penerjemahan tu sebagian dilakukan secara langsung dari karya asli bahasa Yunani, sebagian lainnya hasil terjemahan bahasa Syiria dari bahasa Yunani.

Bahkan, pada era itu, Khalifah Makmun mensyaratkan agar para pejabat pemerintahnya yang non Arab diminta menguasai sedikitnya dua bahasa. Dan memang dari sanalah sumber tenaga para penerjemah buku direkrut. Salah satu jalur pendatanganannya adalah melalui Harran, kota di Mesopotamia, yang memang banyak penduduknya masih menggunakan bahasa Yunani. Jalur datangnya para penerjemah lainnya adalah melalui Jund-i-Shahpur di Khuzistan. Kota ini dibangun oleh Kaisar Sasanid Shahpur I sebagai tempat para tawanan yang dibawa dari Syiria. Kota ini menjadi pusat ilmu kedokteran.

Membanjirnya terjemahan buku dari bahasa Yunani dan Syira ke dalam bahasa Arab tersebut jelas menunjukan bahwa waktu itu sudah terdapat masyarakat pembaca yang aktif. Sedangkan pusat kebudayaan Arab yang sedang tumbuh pada saat itu adalah Baghdad. Kota itu terletak di tepi sungai Tigris, tidak jauh dari Ctesiphon,bekas ibu kota Kerajaan Persia dan ibu kota kerajaan sebelumnya, Parta Arsacadid. Baghdad sendiri dibangun pada 762 M sebagai ibu kota Kekhalifahan Abbasiyah. Selain dipenuhi bangunan megah, kota ini juga dilengkapi dengan gedung perpustakaan yang lengkap.

Dalam soal perkembangan keilmuan melalui maraknya penerbitan buku, penulis Mankind and Mother Earth, Arnold Toynbee,  menyatakan, fermentasi intelektualyang muncul pada masyarakat Islam pada masa itu didorong oleh kebutuhan untuk melengkapi ajaran Islam dengan berbagai perangkat intelektual. Islam jelas membutuhkan sistem hukum dan sistem teologi yang memadai bagi sebagian masyarakat di kerajaan yang wilayahnya meliputi berbagai pusat peradaban kuno di mana sudah mempunyai peradaban ‘lebih matang’.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement