Senin 07 Mar 2016 06:12 WIB
Jeritan Pengusaha Kopaja

‘Armada Kami Mau Kau Apakan Pak Ahok?’

Bus angkutan umum Kopaja melintas di Kawasan Bundaran HI, Jakarta, Jumat (18/9).
Foto:
Bus Kopaja

Secara prinsip Rudi menyatakan setuju blla armada Kopaja diremajakan. Namun, dia kemudian berbalik bertanya bagaimana caranya agar para pengusaha kecil seperti dirinya serta para awak Kopaja tidak menjadi korban kebijakan.

“Katanya kami diminta membentuk badan usaha bersama. Kami oke saja, tapi apa kabarnya sampai sekarang? Kenyataan yang ada malah lain, justru sekarang banyak orang tertentu yang datang ke kami untuk meminta agar izin trayek itu dijual kepada mereka. Mereka menawar dengan harga yang lumayan. Bahkan, ada yang menawar izin trayek yang mati hingga puluhan juta. Jadi, ini ada apa sih Pak Ahok? Kami tak mengerti dan kami bingung...!’’ ujar Rudi.

Rudi menuturkan, bila masih ada armada Kopaja miliknya yang beroperasi, secara jujur itu sebenarnya sudah tak banyak punya arti. Apalagi, semenjak maraknya ojek online secara resmi oleh Presiden Jokowi dibolehkan, semakin sering saja para awak Kopaja ketika pulang tak bisa bawa uang setoran.

‘’Bayangkan pulang kerja tak bawa uang, apa tidak mengerikan. Mereka tak bawa uang setoran kepada kami, dan mereka pun tak bawa uang untuk keluarganya yang menunggu di rumahnya masing-masing. Mohon berpihaklah kepada kami, jangan malah terkesan hanya berpihak pada pengusaha dan bisnis orang gedean atau konglomerat saja. Memang posisi politik dan tawar kami sangat tak berarti bila dibandingkan, misalnya, para pengusaha yang di belakang proyek MRT itu,’’ kata Rudi menegaskan.

Dengan kata lain, lanjutnya, para pengusaha Kopaja tak ingin dijadikan korban atau "kambing hitam" dari proyek untuk mengatasi kemacetan Ibu Kota. Sebab, pada faktanya yang menyebabkan macet tak hanya dilakukan pihaknya. Banyak pihak lain, yang itu umumnya pengusaha besar, juga menjadi pembuat biang kemacetan lalu lintas.

‘’Saya terima dan akui bila Kopaja kerap berhenti sembarang dan membuat macet. Namun, pertanyaan saya, mengapa kami saja yang disalahkan. Mengapa para pengusaha properti itu juga tidak disalahkan? Ingat, mereka juga membuat mal dan supermarket di kawasan yang sebenarnya sudah dapat dipastikan akan menjadi wilayah kemacetan. Ini, misalnya, banyak mal yang berdiri di dekat perempatan jalan. Anehnya, kesannya hanya kami yang dianggap salah?’’ katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement