"Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya dan enggan menolong dengan barang berguna."(QS Almaun, 4-6).
REPUBLIKA.CO.ID, Said Quthb dalam tafsir Fizilalil Quran mengungkapkan, tiga ayat tersebut adalah doa ancaman kebinasaan bagi orang-orang yang lalai dari shalatnya. Mereka mengerjakan shalat tapi tidak menegakkan shalat. Mereka menunaikan gerakan shalat dan mengucapkan doa-doanya tetapi hati mereka tidak hidup bersama shalat. Ruh mereka tidak menghadirkan hakikat shalat, hakikat bacaan, doa-doa, dan zikir dalam shalat.
Karena itu mereka melalaikan shalat meski mengerjakannya. Menegakkan shalat sepatutnya menghadirkan hakikatnya dan melakukannya hanya karena Allah semata. Shalat yang lalai itu pun tidak memberi bekas di dalam jiwa. Dampaknya, mereka enggan memberi bantuan dengan barang-barang yang berguna. Tak mau memberi pertolongan dan enggan berbuat kebajikan kepada saudara-saudaranya sesama manusia. Shalat yang lalai itu pun menjadi debu berhamburan karena tak berbekas dalam hati.
Quraish Shihab dalam tafsir Al Misbah menyebutkan tiga ayat tentang lalainya seseorang dalam shalat berhubungan dengan ayat-ayat sebelumnya di surah yang sama. Di dalam surah Al Maun ayat 1-3 menjelaskan siapa yang mendustakan agama yakni mereka yang menghardik anak yatim dan tidak memperlakukannya dengan baik. Mereka pun disebut sebagai orang yang tidak saling menganjurkan memberi pangan kepada orang yang butuh, orang yang mendustakan agama dan mengingkari hari Pembalasan.
Pada ayat 1-3, tidak ada penjelasan mengenai kecelakaan yang menimpa mereka. Sementara pada 4-7 mengandung ancaman kecelakaan.
Quraish Shihab menulis bahwa Al-Mushallin (orang-orang yang shalat) pada ayat ke-4 tidak didahului dengan kata atau seakar dengan Aqimu. Biasanya, Alquran menggunakan kata Aqimu dan yang seakar dengannya bila yang dimaksudkan adalah shalat yang sempurna rukun dan syarat-syaratnya. Kata Aqimu atau yang seakar dengannya itu mengandung makna pelaksanaan sesuatu dalam bentuk yang sempurna.
Karena itu, pendiri Pusat Studi Quran itu menyimpulkan bahwa kata Al Mushallin pada ayat di atas yang tanpa didahului kata Aqimu mengisyaratkan bahwa shalat mereka tidak sempurna dan tidak khusyuk. Shalatnya pun tidak memperhatikan syarat dan rukun-rukunnya atau tidak menghayati arti dan tujuan hakiki dari shalat.
Ayat Fawaylulil mushallin kemudian disambung dengan dua ayat berikutnya '(yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya dan enggan menolong dengan barang berguna'.
Ini merupakan kecaman terhadap orang-orang lalai serta lupa dalam shalatnya. Hatinya itu ditujukan kepada sesuatu selain dari shalatnya. Dengan kata lain, celakalah orang-orang yang tidak khusyuk dalam shalatnya.
Lalainya shalat juga pernah disabdakan Rasulullah SAW. Pada satu kali, Rasulullah pernah menyampaikan kekhawatiran tentang sesuatu yang di kemudian hari bisa menjangkiti umatnya. Beliau bersabda, "Sesungguhnya ada sesuatu yang aku takutkan di antara sesuatu yang paling aku takutkan menimpa umatku kelak, yaitu syirik kecil.
Para sahabat bertanya, "Apakah syirik kecil itu?" Beliau menjawab, riya. Dalam sebuah hadis diceritakan pula bahwa di akhirat kelak akan ada sekelompok orang yang mengeluh, merangkak, dan menangis. Mereka berkata, "Ya Allah di dunia kami rajin melakukan shalat, tapi kami dicatat sebagai orang yang tidak mau melakukan shalat."
Para malaikat menjawab, "Tidakkah kalian ingat pada waktu kalian melakukan shalat kalian bukan mengharap ridha Allah, tapi kalian mengharap pujian dari manusia, kalau itu yang kalian cari, maka carilah manusia yang kau harapkan pujiannya itu."