Rabu 10 Feb 2016 11:42 WIB
Islam di Jawa

Akar Gerakan Perlawanan Islam di Jawa (Bagian 3/Habis)

Rep: agung sasongko/ Red: Muhammad Subarkah
Prajurit Kasultanan Yogyakarta.
Foto:

Republika.co.id: Melihat berbagai fakta yang telah Anda kemukakan, sebenarnya apa yang harus dilakukan untuk melawan aksi radikalis atau gerakan perlawanan Islam, terutama ketika hendak memadamkan akar semangat gerakan perlawanan yang terletak di Jawa Tengah, Jogja, Solo tersebut?

Herman: Jalannya hanya satu, yakni dialog, dialog, dan dialog. Lakukan dialog kesepadan. Jadi, jangan lagi pakai cara mendatangkan seseorang ulama besar, kemudian merepresi atau langsung mengadili semangat dan pemikiran mereka dengan begitu saja. Nah, ini yang saya lihat masih kurang dilakukan atau bahkan ada yang menyebutnya hal yang selama ini tidak ada. Sekali lagi, harus ada dialog kesepadan.

Republika.co.id: Bagaimana kalau cara mematahkan semangat perlawanan itu justru dilakukan dengan tindakan represif, misalnya, dengan cara ditembaki tanpa dasar melalui putusan pengadilan?

Hermanu: Saya yakin tidak akan bisa mematahkan semangatnya. Jadi, tidak akan menyelesaikan masalah.

Republika.co.id: Jadi, semakin ditembaki, maka justru membuat mereka semakin berani?

Hermanu: Iya betul. Semakin ditembaki, malah mereka makin berani. Ingat lingkungan sosial di wilayah tersebut dari dulu terbiasa melakukan perang atau perlawanan. Ingatan bawah sadar kolektif masyarakat itu telah memiliki pengalaman historis, hampir 600 tahun melakukan perlawanan. Mereka juga punya idealisme bahwa mereka tidak tertundukkan. Dan, sisi positifnya juga haus diakui bahwa para tokoh dan peletak dasar serta anggota TNI kita juga banyak sekali berasal dari wilayah itu.

Jadi, saya berharap, dialog menjadi salah satu alat yang penting. Dan, yang saya dengar, MUI itu selalu melakukan dialog, tapi tidak pernah ketemu ujung-ujungnya. Selalu berselisih terus, padahal dialog itu untuk menjembatani perbedaan. Tapi, ini terus dilakukan tanpa perlu merasa bosan. Sebab, mereka itu juga warga negara kita.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement