REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Aksi kriminal yang dilatari kebencian terhadap umat Islam (Islamofobia) di Prancis meningkat pesat. Menteri Dalam Negeri Prancis Bernard Cazeneuve mengungkapkan, kekerasan Islamofobia bertambah tiga kali lipat menjadi 400 tindak kejahatan selama tahun 2015.
"Lebih dari setengahnya, terjadi setelah insiden Charlie Hebdo pada Januari silam," kata dia seperti dilansir Daily Sabah, Kamis (21/1).
Tidak hanya umat Islam, umat Kristen, dan Yahudi di Prancis juga mengalami kekerasan dalam jumlah yang cukup tinggi. Menurutnya, sepanjang tahun 2015, terdapat 810 aksi kekerasan terhadap simbol-simbol agama Kristen.
Sementara itu, pada tahun yang sama, ada 806 aksi anti-Yahudi di Prancis. “Saya sangat menentang tindakan demikian,” katanya.
Pemicunya bisa dilihat dari insiden penyerangan Paris yang dilakukan ISIS dan menewaskan 130 orang. Dampaknya, tensi Islamofobia kian meningkat di Prancis. Kaum pengungsi asal Suriah di Eropa juga acapkali mengalami kekerasan hanya karena agama yang mereka anut.
Presiden Pusat Kajian Islamofobia Nasional, Abdallah Zekri menuturkan, sebanyak 429 serangan Islamofobia terjadi di Prancis sepanjang tahun lalu. Prancis sendiri merupakan negara dengan populasi Muslim terbanyak di Eropa, yakni sekitar 4-5 juta jiwa atau 6 persen dari total penduduk Prancis.
Umat Islam Prancis banyak menggunakan jaringan media sosial untuk menunjukkan sikap anti-ekstremisme. Berbagai simbol, semisal #NotInMyName dan #IamAMuslim, berupaya mempertegas pernyataan bahwa Islam tidak mengajarkan kekerasan.