REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi VIII DPR RI membantah kabar bahwa biaya haji digunakan untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Komisi VIII pun sudah mendapat penjelasan dari Kementerian Agama perihal tersebut.
"Tidak benar. Sudah diklarifikasi langsung ke Menteri Agama dalam rapat kerja yang lalu," kata Ketua Komisi VIII Saleh Partaonan Daulay kepada Republika.co.id, Selasa (19/1). (Baca: Kemana Muara Optimalisasi Dana Haji?).
Saleh mengatakan, menurut keterangan Kemenag, dana haji tersebut sekarang nilainya hampir mencapai Rp 80 triliun. Dana haji itu secara umum disimpan dalam dua bentuk. Pertama, sukuk sebesar kurang lebih Rp 33 triliun yang disimpan di Kementerian Keuangan.
Kedua, deposito berjangka yang ditempatkan di bank-bank penerima setoran calon jamaah haji. "Total deposito itu berarti kurang lebih Rp 47 triliun, baik sukuk dan deposito sama-sama mendapatkan nilai manfaat. Artinya, simpanan itu dari waktu ke waktu akan bertambah," ujarnya.
Kemenag pun, kata Saleh, menjelaskan baik sukuk maupun deposito tidak mudah ditarik begitu saja. Simpanan tersebut terikat dengan perjanjian dan jangka waktu. Sukuk, misalnya, ada yang disimpan selama 20 tahun, 25 tahun, dan jangka waktu lainnya. Karena itu, Kemenag mengatakan bahwa tidak benar dana haji dipakai untuk membiayai APBN.
Komisi VIII sudah menanyakan masalah ini langsung kepada Menag dalam rapat kerja pekan lalu. Namun, soal angka-angka pastinya, politikus dari Partai Amanat Nasional (PAN) tidak hafal persis.