Selasa 19 Jan 2016 10:28 WIB

Benarkah Amal Itu "Yang Penting Ikhlas?"

berinfak melalui kotak amal di masjid. ilustrasi
Foto: Republika
berinfak melalui kotak amal di masjid. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, "Yang penting ikhlas". Adagium ini kerap menjadi pembenaran ketika seseorang beramal. Ikhlas yang berlandaskan dari hati dianggap cukup untuk menyempurnakan amal seseorang.

Sebenarnya, ada dua syarat yang mutlak harus dipenuhi supaya amal tidak sia-sia di hadapan-Nya. Pertama, ikhlas semata-mata mengharap ridha Allah SWT, bukan karena motivasi duniawi atau ingin meraih puji.

Selain ikhlas, muwafaqah, artinya amal yang dilakukan sesuai dengan tuntunan Alquran dan sunah Rasulullah SAW. Ikhlas dan muwafaqah, ibarat dua sisi mata uang, saling terkait dan tak dapat dipisahkan.

Ibnu Katsir saat menafsirkan QS Al Kahfi: 110 menguraikan, ikhlas dan mengikuti petunjuk Rasulullah SAW merupakan dua rukun amal yang akan diterima. Rukun adalah tiang. Sebuah bangunan akan terwujud manakala kedua tiangnya berdiri tegak. Begitu pula amal, akan diterima ketika dua syaratnya terpenuhi.

Ketika kita beribadah karena ingin mendapat sanjungan sesama, berarti hati kita telah mendua. Dalam kacamata agama, ini dikategorikan sebagai perbuatan syirik yang akan menghalangi diterimanya amal oleh Allah SWT.

''Barang siapa yang mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah mengerjakan amal saleh dan janganlah mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada-Nya.'' (QS Al Kahfi;110). Ibnul Qayyim mengibaratkan orang yang beramal tanpa keikhlasan seperti seorang musafir yang mengisi penuh kantongnya dengan pasir. Ia membawanya, tapi tidak mendapatkan manfaat apa pun.

Walau secara lahiriah tampak besar dan bagus, bila tak dihiasi dengan keikhlasan, amal apa pun menjadi tak bermakna dalam pandangan Allah SWT. Alhasil, bukannya pahala yang diraih, justru azab yang didapat. 

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement