Selasa 12 Jan 2016 21:18 WIB

Penyeragaman Khutbah Jumat Dinilai Otoriter

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: achmad syalaby
  Imam Besar Masjidil Haram Makkah Al Mukarammah dan Masjid Nabawi Madinah Al Munawarrah, Syeikh Abdurrahman bin Abdul Aziz As-Sudais menyampaikan khutbah salat Jumat di Masjid Istiqlal, Jakarta, Jumat (31/10). (Antara/Widodo S. Jusuf)
Imam Besar Masjidil Haram Makkah Al Mukarammah dan Masjid Nabawi Madinah Al Munawarrah, Syeikh Abdurrahman bin Abdul Aziz As-Sudais menyampaikan khutbah salat Jumat di Masjid Istiqlal, Jakarta, Jumat (31/10). (Antara/Widodo S. Jusuf)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Dewan Masjid Indonesia (DMI) Imam Addaruqutni menilai, penyeragaman khutbah Jumat tidak diperlukan. Ia mengaku, penyeragaman terutama yang digalang oleh pemerintah justru dapat memunculkan praktik otoritarianisme. 

"Saya kira tidak perlu (diseragamkan) nanti justru otoriter," ujar Imam ketika dihubungi Republika, Selasa (12/1). 

(Baca: Kanwil Kemenag Sulsel Seragamkan Khutbah Jumat).

Pernyataan Imam menanggapi program penyeragaman khutbah Jumat oleh Kantor Wilayah Kementerian Agama Sulawesi Selatan. Imam mengatakan, pada ranah masjid semestinya dapat berkembang pemikiran yang dinamis. Dengan adanya penyeragaman, hal itu pun menjadi bertentangan. 

Menurut Imam, idealnya justru pemikiran-pemikiran dari masjid digunakan untuk membangun dan mendukung pemerintahan. 

Meski begitu, Imam mengakui masih ada kelemahan dalam praktik khutbah Jumat di Indonesia. Ia mengatakan, kebanyakan khatib selama ini hanya melakukan pengulangan tema dari waktu ke waktu. "Perlu ada penyegaran dengan mengambil tema-tema populis," ujarnya. 

Ia menjelaskan, khatib perlu menyinggung isu-isu yang menyinggung hajat hidup umat seperti lingkungan dan kesehatan. Ia pun mendorong agar ada peningkatan kualitas khatib guna menyampaikan pesan-pesan tersebut.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement