REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lelaki bernama lengkap H Bambang Mulyadi ini tumbuh di tengah-tengah keluarga besar Katolik. Kedua orang tuanya penganut Kejawen. Orang tua mereka memberi keleluasaan pada anak-anaknya untuk memilih agama apa pun.
Sewaktu masih kecil, kata Bambang, gereja sering mengadakan bakti sosial tiap beberapa bulan sekali. Dengan uang Rp 10-Rp 15 pada 1960-an, masyarakat sudah bisa mendapatkan pakaian-pakaian impor cukup mewah. Cara ini ampuh menarik kalangan tak mampu untuk berpindah agama.
Perjalanan meraih hidayah yang dilakoni lelaki kelahiran 1955 ini dimulai pada masa remaja. Semua berawal dari hal yang tampak sepele. Bambang remaja menginginkan model celana saddle king yang tengah nge-top saat itu.
Sewaktu SMA pada 1971, celana itu menjadi tren bagi teman sejawatnya di Gereja Pugeran, Bantul, kecuali dia. Padahal dia amat menginginkannya. Mustahil meminta kepada orang tuanya.