Senin 14 Dec 2015 20:20 WIB

Sepeninggal Nabi Musa, Bani Israil Terpecah

Rep: c62/ Red: Agung Sasongko
Laut Merah
Foto: wikipedia
Laut Merah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah Bani Israil ingkar kepada agama yang dibawa Nabi Musa AS karena mengeramatkan dan menuhankan kekuatan yang terdapat pada benda bernama Tabut, nasib Bani Israil ini semakin lama kian terpuruk. Mereka yang tadinya memiliki kekuatan superhebat dari segala kondisi, berubah tidak ada apa-apanya pascameninggalnya Nabi Musa.

Dalam keadaan itu, akhirnya mereka dapat dikalahkan dan diusir dari kampung halaman mereke sendiri oleh bangsa Palestina dan akhirnya benda Tabut yang mereka agung-agungkan dalam kehidupan sehari-hari itu diambil alih kepemilikannya. Selama beberapa dekade Palestina berkuasa di tanah kaum Bani Israil.

Setelah kejadian tersebut, bangsa Israil semakin melarat karena penjajahan. Bukan hanya harta benda yang hilang dari mereka, kerabat dan keluarga mereka hilang karena penjajahan. Kondisi itu terjadi sampai bertahun-tahun dan tidak ada yang berani menentang penjajah terhadap mereka.

Akhirnya, seperti dikisahkan H Bey Arifin dalam bukunya Rangkaian Cerita Alquran, Allah mengutus kepada mereka seorang rasul, nabi itu bernama Samuel. Perlahan tapi pasti, Samuel dapat menata masyarakat kota itu kepada arah bertujuan dan kemakmuran.

Semua keadaan yang tadinya bercerai-berai lambat laun bisa dipersatukan dan pada akhirnya tejadilah sebuah perkumpulan yang membentuk sebuah keputusan politik domestik pada masyarakat itu untuk bisa keluar dari cengkeraman penjajahan.

Dari perkumpulan itu, timbullah hasrat di antara mereka untuk mengusir bangsa Palestina yang telah mengusir mereka dari tanah kelahiran mereka sendiri. Namun, belum ada di antara mereka yang bisa dikaderkan untuk memimpin perlawanan terhadap bangsa Palestina.

Samuel orang yang bijak sekaligus utusan Allah SWT tahu benar kelemahan kaum yang ada di hadapannya itu. Kelemahan mereka, kaum Bani Israil itu, lantaran di antara mereka sama sekali tidak ada kemauan untuk berjuang dan bangkit dari kelemahan.

Selain itu, kelemahan mereka juga didasari tidak adanya rasa takut terhadap pemimpinnya. Untuk itu, Samuel menyarankan dan berkata, "Kelemahan dari kalian adalah tidak mau berjuang menghadapi peperangan jika dipanggil untuk berperang,"

Kaum Bani Israil menyanggah apa yang disampaikan Samuel, mereka memastikan jika saja ada yang memimpin mereka untuk melakukan perlawanan pastinya mereka akan melawan karena sudah tidak kuat lagi hidup sengsara berpisah dengan keluarga dan Tanah Air. "Jika ada yang mau memimpin kami dalam perjuangan, kami siap melawan."

Meski telah melihat semangat kaumnya dari golongan Bani Israil, Samuel tidak buru-buru mengambil keputusan siapa yang dia tunjuk untuk menjadi seorang pemimpin bagi mereka, tapi menunggu beberapa saat perintah atau wahyu dari Allah SWT.  Selang beberapa hari, Allah SWT menurunkan wahyu kepada Samuel agar memilih Thalut sebagai pemimpin dan jenderal di antara mereka.

Thalut adalah anak desa yang masih termasuk dalam kelompok Bani Israil yang melarat. Tugas dia sehari-hari menggembala kambing. Sehingga, jarang orang yang mengenal dia, begitu kaget ketika Samuel menyampaikan kepada kaum Bani Israil bahwa yang akan menjadi pemimpin mereka adalah Thalut yang sama sekali tidak pernah mereka pedulikan keberadaannya.

Tapi, di luar dari pandangan rendah dari Bani Israil itu, Thalut memiliki banyak kelebihan yang tidak pernah mereka ketahui. Thalut merupakan orang yang berbadan kuat, sehat, perawakan tinggi, gagah, tajam sorot mata dan pikiran, serta pengetahuannya yang luas. Selain itu, dia memiliki hati suci, bersih, dan budi pekerti yang agung. Dia tinggal di desa kecil bersama bapaknya.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement