Rabu 09 Dec 2015 13:28 WIB

Runtuhnya Sistem Kesehatan di Gaza

Rep: gita amanda/ Red: Muhammad Subarkah
 Tiga anak Palestina berfoto bersama saat merayakan Hari Raya Idul Fitri di Gaza, Palestina, Jumat (17/7).  (AP/Khalil Hamra)
Presiden Palestina, Mahmoud Abbas.

Ahli bedah yang mengelola departemen ginekologi dan kebidanan al-Shifa Munther Ghazal mengatakan tak bisa menyembunyikan kekesalannya pada situasi ini. "Anda tak bisa memiliki pasien, kamar operasi dan ICU neonatal tesebar di daerah yang berbeda-beda di seluruh kota. Hal ini harusnya hanya sementara," ujar Ghazal.

Kelemahan dari sektor kesehatan Gaza mendalam dan beragam. Satu tahun yang lalu, perusahaan pemeliharan dan pembersihan mogok karena gaji mereka tak dibayarkan. Krisis keuangan berikutnya memaksa rumah sakit untuk berhenti melayani makanan pasien.

Akibat dari krisis sistem kesehatan ini, puluhan lulusan kedokteran, perawat, teknisi rumah sakit tetap menganggur. Kementerian Kesehatan Gaza dan Dewan Medis Palestina, telah menawarkan lulusan baru kesempatan mengisi lowongan tapi tanpa bayaran. Mereka hanya ditawari pertukaran dengan sertifikat pengalaman. Puluhan orang mencoba mengikuti program itu, tapi tak adanya solusi permanen membuat puluhan lainnya terpaksa mencari kesempatan lain di luar Gaza.

Kurangnya atau bahkan tak adanya spesialisasi untuk penyakit seperti operasi jantung pediatrik dan terapi radiasi di rumah sakit Gaza, memaksa pasien harus ditransfer ke Israel atau Tepi Barat yang diduduki.

Kini para pasien seperti Jundi, hanya bisa berharap Presiden Mahmoud Abbas dan semua orang dapat menyelamatkan mereka. "Kami menyerukan Presiden Abu Mazen (panggilan lain Abbas) dan semua orang untuk menyelamatkan kami. Kami tak punya tempat lain untuk pergi saat ini," ujar Jundi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement