REPUBLIKA.CO.ID, ROMA -- Kehidupan sehari-hari seorang guru beragama Islam di salah satu sekolah Italia, Sarah Ager, berubah usai serangan teror Paris, Prancis. “Suasana di kelas saya berubah setelah serangan Paris,” kata dia seperti dikutip dari The Local, Selasa (24/11).

Perempuan berdarah Inggris ini juga mengalami masa-masa sulit di kelas saat mengajar para muridnya. Terlebih ketika anak-anak didiknya berkomentar negatif tentang Muslim, seperti misalnya ‘Saya ingin memukul semua orang yang berdoa kepada Allah’.

Mendapati pernyataan tersebut, Ager lantas bertanya kepada mereka, apakah dirinya menggunakan kekerasan saat mengajar karena dia adalah juga seorang Muslim. “Saat mendengarnya, mereka benar-benar terkejut dan tidak menyangka bahwa orang yang mengajarnya selama ini adalah Muslim,” ujar Ager.

Ager berpikir cara terbaik berurusan dengan rasa takut adalah dengan membangun dialog. Ketika berbicara dengan anak-anak Italia, Ager sering merasa bahwa mereka kurang memiliki kesadaran dan dasar agama-agama di dunia. Di banyak sekolah, studi agama kebanyakan fokus pada Katolik.

Dalam suasana mencekam dan penuh ketakutan seperti saat ini, pendidikan agama lebih penting dari sebelumnya. Menurut dia, anak-anak harus diberikan informasi tentang beragam keyakinan, kesempatan mengajukan pertanyaan, dan diajak berpikir kritis tentang apa yang mereka percaya.

“Kita adalah warga negara global dalam dunia multikultural di mana orang-orang terdiri dari berbagai macam agama dan harus hidup berdampingan,” kata Ager.

Apalagi belakangan ini banyak terjadi pengungsian dari beberapa negara sehingga peluang dan tantangan mendidik warga tentang agama dan kepercayaan lain menjadi sangat penting. Ada harapan untuk menolak terorisme yakni dengan belajar hidup berdampingan satu sama lain secara damai.

Ikuti Whatsapp Channel Republika