REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Sarbini Abdul Murad
Penyakit stroke bisa membuat orang kesulitan berbicara, bahkan bisa menyebabkan seluruh tubuh mengalami kelumpuhan, baik sementara maupun permanen. Jaringan memori pun tak luput dari gangguan sehingga penderita menjadi pelupa berat.
Penderita stroke sangat menggantungkan hidupnya pada orang-orang terdekatnya dalam melakukan aktivitas. Ada tiga kisah yang menarik tentang penderita stroke. Kasusnya sama, tetapi hasil akhirnya bisa berbeda.
Kisah pertama, seorang jamaah masjid. Sebelum stroke datang menyerang, ia tidak pernah absen shalat berjamaah di masjid. Meski sudah pensiun dan usia sudah di atas 60 tahun, semua kegiatan di masjid hampir tidak pernah dilewatkan, dari kuliah subuh sampai ceramah setelah shalat Isya.
Ia juga belajar membaca Alquran. Meski lidah sudah mulai kaku, itu tidak menyurutkan tekadnya untuk bisa membaca kalam Ilahi ini. Bukan itu saja, ketika Israel menyerang Palestina, beliau begitu antusias menggalang dana dari jamaah masjid dengan membuat kotak amal khusus untuk Palestina.
Sungguh tak disangka, tiba-tiba ia terkena stroke dan dirawat dalam waktu cukup lama di ICU rumah sakit. Namun, Allah SWT masih menyelamatkan jiwanya. Tak lama setelah kembali dari rumah sakit, ia sudah terlihat lagi di masjid.
Dengan bantuan anaknya, ia bisa ke masjid dalam hampir setiap waktu shalat. Akan tetapi, terkadang anaknya tak bisa mengantarnya ke masjid. Saat mendengar azan berkumandang, air matanya berlinang karena tak bisa ikut shalat berjamaah seperti biasanya.
Keinginan yang begitu kuat untuk bisa ikut shalat berjamaah di masjid menjadi tekad untuk cepat sembuh. Doanya hanya satu, yaitu bisa ke masjid tanpa bantuan orang lain. Dengan segenap tenaga, ia berlatih berjalan selangkah demi selangkah dengan memakai tongkat menuju masjid.
Sungguh ajaib! Tuhan tidak menyia-nyiakan usaha dan harapannya agar dimudahkan hadir di masjid. Ia akhirnya mulai bisa berjalan tanpa memakai tongkat dan pendamping. Bahkan, saat ini sudah bisa berolahraga dengan sepeda.
Kisah kedua, jamaah masjid seorang pegawai swasta. Ia merangkap muazin di masjid dekat rumahnya. Ia menghayati sekali profesi muazin yang sudah dilakoninya sejak lama. Namun sayang, ia diserang stroke pada usianya yang masih muda.
Dia dirawat cukup lama di rumah sakit. Setelah dinyatakan sembuh dan dibolehkan pulang, ia belum sembuh seutuhnya, masih ada gangguan berbicara. Meski kata-kata yang diucapkannya tak jelas, jiwa muazinnya tak lekang dalam dirinya.
Ketika waktu shalat tiba, ia mencoba kembali mengumandangkan azan. Awalnya, suara pelo dan aneh masih terdengar di pengeras suara. Semangat untuk sembuh tak pernah padam.
Doa dan harapan untuk tetap dapat mengumandangkan suara azan menjadi energi yang dahsyat. Dan, Allah SWT memudahkan jalan ke arah sana. Lama-kelamaan suara azan yang awalnya terdengar aneh, kembali menjadi jelas dan terang.
Kisah ketiga, penderita stroke yang jarang sekali ke masjid. Tak dinyana, dalam usia muda, dia terserang stroke dan lama dirawat di rumah sakit. Sekembali dari rumah sakit, tidak ada hal yang menunjukkan perubahan yang menggembirakan meski banyak biaya telah dihabiskan.
Kalau berjalan masih mengandalkan tongkat, bicara terganggu, dan sulit untuk diajak berbicara. Pihak keluarga tidak tinggal diam. Mereka berusaha membawa penderita untuk menjalani terapi, baik medis maupun alternatif.
Penderita ini kelihatan pasrah dengan penyakitnya. Dorongan keluarga supaya terus berusaha berlatih berjalan tanpa bantuan tongkat atau berlatih bicara dengan sering membaca Alquran, misalnya, hanya didengar, tetapi sungguh sulit dilaksanakan.
Fungsi luhur telah terganggu. Saran dan dukungan orang terdekat tak dapat membangkitkan semangatnya untuk berlatih dan sembuh.
Hikmah yang dapat kita petik dari tiga kisah ini adalah istiqamah dengan amalan saleh menjadi sarana yang dapat membantu dan meringankan seseorang manakala dalam siklus kehidupan terjadi hal yang tidak diharapkan. Dan, bagi Allah semua itu mudah. ...Sungguh Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (QS 2: 148). Wallahu alam.