REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pengurus Pusat Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama (NU) Arifin Junaidi menilai rendahnya popularitas Pendidikan Agama Islam (PAI) di kalangan siswa disebabkan karena selama ini para pendidik maupun orangtua nemandang pendidikan agama sebagai sesuatu yang tidak penting. Mereka justru lebih menekankan anak untuk menguasai mata pelajaran umum seperti bahasa Inggris maupun matematika.
Padahal, Arifin menambahkan, PAI penting sebagai bagian dari pembentukan sikap. "Sementara, kita menempatkan di dalam pengembangan sikap anak dalam posisi yang diabaikan," kata Arifin kepada Republika.co.id, Jumat (6/11).
Faktanya, selama ini agama hanya diperlakukan sebatas sebagai pengetahuan semata bukan untuk dipraktekkan. Selain itu, Arfin melihat, rendahnya minat terhadap PAI juga dapat dipengaruhi oleh metode pengajaran pendidik di sekolah.
Selama ini masih sering ditemukan metode hapalan dalam pengajaran sehingga membuat proses belajar menjadi membosankan. Para siswa pun menganggap PAI tidak relevan dengan kebutuhan mereka saat ini.
Menurut Arifin, perlu waktu panjang untuk bisa membuat pelajaran agama menjadi menarik. Ini merupakan tanggungjawab banyak pihak terutama pemerintah pusat maupun daerah.
Selain itu, rendahnya minat terhadap PAI juga bisa disebabkan karena tidak adanya pengawasan dari orangtua terhadap anak untuk mengarahkan anak belajar mengaji. "Untuk itu, masalah ini tidak bisa dibebankan hanya kepada guru," tegas Arifin.
Arifin mengingatkan kalau tidak segera diatasi, hal ini bisa membuka celah bagi masuknya ajaran radikal, ekstrim dan separatis yang tentunya bisa merugikan NKRI. Untuk itu pemerintah harus serius untuk meningkatkan minat anak-anak untuk belajar pendidikan agama Islam di sekolah.