REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Secara syariat, status nikah siri dipandang sah selama terpenuhi rukun dan syaratnya.
Demikian pula status anak dari pernikahan siri. Jika pernikahan tersebut sah dalam syariat, maka anak dari pernikahan tersebut harusnya juga sah, meski pernikahan tersebut tidak tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA).
Lantaran Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam keluaran fatwanya bulan Mei 2006 secara tegas menyatakan nikah siri adalah sah secara hukum agama.
Permasalahannya, keabsahan status anak dari nikah siri tersebut belum diakui secara undang-undang. Seorang anak yang sah menurut undang-undang adalah anak hasil dari perkawinan yang sah, yakni tercatat dalam dokumen negara.
Definisi sahnya suatu pernikahan berbeda dari sudut pandang agama dan negara. Dalam agama, pernikahan dipandang sah jika terpenuhi rukun dan syaratnya. Sedangkan sah menurut negara, apabila pernikahan tersebut dicatatkan dalam dokumen negara.
Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Pernikahan pasal 42 Ayat 1 mengatur bahwa, "Anak yang sah adalah anak-anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah."
Artinya, negara masih keberatan mengakui anak dari nikah siri untuk memegang status anak yang sah secara hukum. Tak jarang anak hasil nikah siri disebut sebagai anak di luar nikah. Penyebutan istilah ini bisa menjadi masalah baru.
Mereka masih kesusahan dalam pengurusan hak hukum seperti nafkah, warisan, bahkan akta kelahiran.
Istilah anak di luar nikah ini bisa jadi masuk dalam ranah hukum Islam yang punya bab sendiri, yakni qazaf (tuduhan palsu kepada orang baik-baik bahwa dia telah melakukan zina).
juga menjadi tindak pidana berat dalam Islam yang punya ancaman serius, yakni 80 kali hukuman cambuk.
Pasal 42 ayat 1 dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 ini secara pemahaman syariat bertentangan pasal 43 ayat 1 yang datang setelahnya.
Dalam pasal ini disebutkan, anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Jika anak hasil nikah siri digolongkan pada pasal 43 ayat 1 ini tentu menjadi kezaliman negara kepada mereka.