REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat itu juga, Amirul Mukminin mengucapkan sumpah untuk tidak makan daging dan samin. Umar memegang teguh sumpahnya hingga musim paceklik berakhir.
Keputusan itu semakin bernilai, lantaran diambil seorang khalifah yang kekayaannya telah menyaingi Persia dan Romawi pada masa itu. Amirul Mukminin berpendapat tidak mungkin seorang pemimpin dapat memperjuangkan kehidupan rakyatnya kalau dia tidak merasakan apa yang dirasakan rakyat.
Umar yang warna kulitnya putih kemerahan sudah berubah menjadi hitam akibat kemarau panjang. Jika dulu dia terbiasa menyantap susu, samin, dan daging, sejak musim paceklik Umar hanya menyantap minyak zaitun, bahkan sering mengalami kelaparan.
"Jika Allah tidak menolong kami dari Tahun Abu ini, kami kira Umar akan mati dalam kesedihan memikirkan nasib Muslimin," kesan penduduk Madinah.
Melihat situasi rakaytnya, ia menulis surat kepada wakil-wakilnya di Irak dan Syam untuk meminta pertolongan. Kepada Amr bin Ash di Palestina, ia menulis, "Salam sejahtera bagi Anda. Anda melihat kami sudah akan binasa, sedang Anda dan rakyat Anda masih hidup. Kami sangat memerlukan pertolongan, sekali lagi pertolongan."
Tegas, lugas. Surat serupa juga dia kirim kepada Mu'awiyah bin Abi Sufyan dan Abu Ubaidah bin Jarrah di Syam, juga kepada Sa'ad bin Abi Waqqash di Irak.
Kaum Muslim di berbagai wilayah pun bergegas mengulurkan bantuan. Abu Ubaidah paling cepat memenuhi seruan Umar. Empat ribu unta bermuatan penuh bahan pangan segera dikirim. Dari Palestina, Amr bin Ash mengirimkan makanan lewat jalur darat dan laut.
Ada tepung dan lemak, bersama seribu unta. Dari Syam, Mu'awiyah juga mengirim tiga ribu unta, sedang Sa'd mengirim seribu unta bermuatan tepung. Mantel, selimut, dan pakaian turut dikirimkan bersama bahan pangan. Solidaritas terjalin kuat di kalangan Muslimin.
Kebijakan Umar dalam mengelola bantuan telah terorganisasi dengan baik. Sesampainya bantuan di Madinah, Umar menunjuk beberapa orang terpercaya untuk melakukan distribusi. Ia sendiri ikut turun membagikan makanan bagi penduduk Madinah.
Setiap berapa hari sekali, mereka sembelih hewan untuk dimakan bersama dengan orang banyak. Umar pun turut mengotori tangan untuk mengolah adonan roti bercampur zaitun. Setiap malam, para pejabat berkumpul dan melaporkan segala sesuatu yang mereka alami siang harinya.
"Andaikata untuk meringankan beban rakyat saya harus membawakan perlengkapan kepada masing- masing keluarga di setiap rumah, lalu mereka saling membagi makanan sampai Allah memberi kelapangan, akan saya lakukan," ujar Umar menegaskan.
Kelaparan berkepanjangan menimbulkan bencana susulan berupa penyakit dan kematian. Kendati Umar telah berupaya maksimal, banyak penduduk Arab sakit dan mati. Sembilan bulan itu, kaum Muslim merasakan ujian berat.
Tak hanya mengharap bantuan dari kaum Muslim, Amirul Mukminin mengajak rakyat melakukan shalat Istisqa untuk meminta hujan. Sekian waktu, Allah mengabulkan doa mereka. Gerimis pertama menghampiri Semenanjung Arab. Tanah basah, pohon bersemi, dan dedaunan menghijau. Kaum Muslim terlepas dari bencana.