REPUBLIKA.CO.ID, REYKJAVIK -- Pemerintah Kota Reykjavik mengeluarkan resolusi boikot produk Israel. Kebijakan ini diberlakukan sebagai bentuk solidaritas terhadap Palestina.
"Saya percaya bahwa kota ini mengirimkan pesan yang jelas bahwa tidak akan membeli produk dari Israel sementara Israel menindas yang lain orang atas dasar etnis dan ras, dan terus memiliki dinding dalam Palestina," kata Anggota Dewan Kota Reykjavik, Björk Vilhelmsdóttir seperti dikutip Ynet News, Jumat (18/9).
Bjork mengaku mendorong kebijakan ini sebagai bentuuk niatanya menghabiskan waktu pengabdian untuk Palestina. Karena itu, resolusi tidak terbatas pada satu produk saja.
Aliansi Sosial Demokrat merupakan partai yang juga mengusulkan resolusi tersebut. Sebelum mengeluakan resolusi pemboikotan produk Israel Dewan kota telah di masa lalu mengadopsi sebuah resolusi yang mengakui hak-hak rakyat Palestina untuk merdeka dan negara berdaulat sendiri.
Resolusi ini pun mendapatkan dukungan dari ketua Dewan Kota dan ketua Bright Future Party Björn Blöndal. Ia menegaskan bahwa resolusi tersebut merupakan cara damai untuk memprotes sebuah ketidak adilan.
Secara umum, Islandia dianggap sangat kritis terhadap Israel. Selama 2011 Operation Pillar of Cloud, menteri dalam negeri, Ögmundur Jonasson, memimpin 1.000 orang di depan kedutaan AS di Reykjavik untuk emalyangkan protes, karena Israel tidak memiliki kedutaan besar di Islandia. Para pengunjuk rasa melambaikan bendera Israel "berlumuran darah" dan menteri menuduh Israel melakukan holocaust pada rakyat Palestina.
Mantan menteri luar negeri Islandia, Ossur Skarphedinsson, juga mengutuk Israel di masa lalu, mengatakan negaranya akan mempertimbangkan pemotongan hubungan diplomatik dengan Yerusalem. Pada akhirnya diputuskan untuk menjaga hubungan utuh, dan Skarphedinsson menjelaskan bahwa Islandia juga masih memiliki hubungan diplomatik dengan Iran, Suriah, Sudan, dan Korea Utara.