REPUBLIKA.CO.ID,NAYPYIDAW -- Presiden Myanmar pada Senin (31/8), menandatangani undang-undang monogami. Kebijakan tersebut merupakan yang terakhir dari empat undang-undang kontroversi yang dianggap mendiskriminasikan minoritas Muslim di negara itu.
Pejabat senior kantor presiden Zaw Htay mengatakan kepada Reuters, Presiden Thein Sein menandatangani RUU Monogami setelah sebelumnya disahkan oleh parlemen pada 21 Agustus. RUU tersebut sempat dikirim kembali ke parlemen untuk diperiksa sebelum ditandatangani.
UU menetapkan hukuman bagi orang yang memiliki lebih dari satu pasangan atau hidup dengan pasangan yang belum menikah selain pasangannya. Namun, pemerintah membantah UU tersebut ditujukan bagi umat Islam, yang beberapa di antaranya mempraktikkan poligami.
"Presiden juga menandatangani dua undang-undang lainnya, yang membatasi konversi agama dan perkawinan antar agama, pada 26 Agustus," kata Zaw Htay.
Langkah-langkah ini merupakan bagian dari empat UU "Ras dan Hukum Perlindungan Agama" yang diperjuangkan oleh Komite untuk Perlindungan Kebangsaan dan Agama, atau Ma Ba Tha. Hukum yang menurut pejabat Human Right Watch berbahaya bagi Myanmar.
"Mereka berpotensi diskriminasi atas dasar agama dan menimbulkan kemungkinan memicu ketegangan komunal yang serius," kata Wakil Direktur Divisi Asia Human Rights Watch, Phil Robertson.