REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Musyawarah Nasional Majelis Ulama Indonesia (MUI) kesembilan akan membahas upaya penyatuan metode penentuan awal bulan kalender Hijriyah. Melalui sidang komisi fatwa dalam Munas tersebut, MUI akan mencari pendekatan yang dapat diterima oleh seluruh ormas Islam.
"Kami akan mencoba mendekatkan metode yang bisa digunakan semua pihak terutama yang dianut dua ormas besar yakni Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah," kata Sekretaris Panitia Pengarah Munas MUI kesembilan Noor Achmad ketika dihubungi ROL, Ahad (23/8).
Wakil Sekretaris Jendral MUI menjelaskan, selama ini dikenal dua metode dalam penentuan awal bulan Hijriyah yakni rukyat dan hisab. Ia mengaku, pihaknya berupaya mengajukan metode imkanur rukyat untuk dibahas dalam sidang komisi fatwa nanti. Menurutnya, imkanur rukyat dapat menjadi metode penengah yang dapat disepakati seluruh ormas.
Noor mengatakan, metode tersebut mementingkan prinsip hilal atau bulan muda bisa dirukyat. Ia menjelaskan, jika bulan berada pada dua derajat di atas ufuk meski tidak terlihat maka sudah bisa dijadikan sebagai penentu awal bulan baru Hijriyah.
"Jadi, besok (pada sidang fatwa) akan dicari kesepakatan derajat dan metode," ujar Noor.
Selain itu, sidang komisi fatwa juga akan membahas zakat untuk sanitasi. Sidang fatwa dalam Munas akan membahas kemungkinan penyaluran zakat untuk sanitasi. Sebagaimana telah diketahui, zakat hanya diperuntukkan untuk delapan golongan asnaf penerima zakat.
Noor mengaku, sanitasi dianggap sangat penting untuk masyarakat. Terlebih, ujarnya, sanitasi termasuk sarana kesehatan masyarakat yang belum banyak dinikmati masyarakat kelas bawah. "Sanitasi mutlak diperlukan agar tidak terjadi hal-hal yang mufsadah atau merusak," ujar Noor.
Munas MUI kesembilan mengusung tema "Islam Wasathiyyah untuk Indonesia dan Dunia yang Berkeadilan dan Berkeadaban". Islam Wasathiyyah, kata Noor, seperti arti namanya ingin menunjukkan Islam yang moderat. "Islam Wasathiyyah berarti toleran, tawazun atau proporsional serta menggunakan prinsip-prinsip berkeadilan dan berkeadaban," ujarnya.
Tema tersebut, kata Noor, berupaya menciptakan umat terbaik. Noor mengaku, tema itu akan diusung dalam membentuk kerangka peradaban dunia. Noor mengatakan, Islam Wasathiyah adalah Islam jalan tengah yang tidak menggunakan kekerasan dan tidak mudah mengkafirkan orang tapi juga tidak liberal. "Islam liberal akan menunjukkan Islam yang lembek dan tidak memiliki prinsip, sementara Islam radikal atau ekstrem justru menghasilkan wajah Islam yang garang dan menakutkan," katanya. n Ahmad Fikri Noor