Ahad 23 Aug 2015 06:15 WIB

Imam Besar Istiqlal: Cium Hajar Aswad Sunnah

Rep: c25/ Red: Bilal Ramadhan
Umat Islam mencium Hajar Aswad di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi.
Foto: Antara/Prasetyo Utomo/ca
Umat Islam mencium Hajar Aswad di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ali Mustafa Yakub menegaskan sejumlah kegiatan haji, yang sebenarnya adalah sunnah, namun banyak disalah artikan umat Islam di Indonesia. Imam Besar Masjid Istiqlal Prof. Dr. KH Ali Mustafa Yakub, secara tegas menyatakan kalau mencium hajar aswat dalam amalan haji, merupakan kegiatan yang hukumnya sunnah yang dilakukan Nabi.

Jadi, para jamaah haji Indonesia tidak perlu bersikeras untuk mencium hajar aswad, apalagi sampai membayar petugas jaga di Masjidil Haram, hanya untuk dapat mencium hajar aswad. Ali menerangkan kalau Alquran dan hadits, tidak pernah mewajibkan umat Islam yang sedang menjalankan ibadah haji, untuk mencium hajar aswad.

Kesan membuat amalan untuk mencium hajar aswad sebagai kewajiban dalam melaksanakan ibadah haji, menurut Ali, justru datang dari umat Muslim serta jamaah haji asal Indonesia itu sendiri, dan bukan dari Alquran dan hadits.

"Cium hajar aswat itu sunnah, orang kita saja yang mewajibkan," tegasnya.

Bahkan, ia sempat bertemu seorang ibu-ibu asal Indonesia, yang menyebut kalau dirinya tidak rugi mengeluarkan uang jutaan rupiah, karena bisa mencium hajar aswad.

Selain mengenai hajar aswad, Ali sendri sempat menemukan jamaah haji asal Indonesia yang keliru memahami hal-hal tertentu, yang ditemui ketika melaksanakan ibadah haji. Hal tersebut di antaranya ketika melihat pajangan sepeda besar, yang berada tidak jauh dari Masjidil Haram.

Hanya karena ukuran sepeda yang besar, sejumlah jamaah haji langsung menganggap kalau sepeda tersebut merupakan sepeda Nabi Adam. Padahal, sepeda tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan sejarah Nabi-nabi.

Ia juga sempat menemukan para ibu-ibu asal Indonesia, yang salah memahami sesuatu saat melaksanakan ibadah umroh, dan sangat bersikeras untuk mengunjungi makam hawa. Ia menjelaskan kalau pemahaman yang keliru seperti itu, harus segera diluruskan oleh para alim ulama, khususnya para pembimbing haji, yang memang punya peran paling vital dalam meluruskan hal tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement