Jumat 07 Aug 2015 21:36 WIB

Lazismu: Filantropi Tulang Punggung Gerakan Islam

Lazismu
Foto: muhammadiyah.or.id
Lazismu

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Lembaga Amal Zakat Infak dan Shodaqoh Muhammadiyah (Lazismu) menyebut jika Filantropi menjadi tulang punggung gerakan Islam modernis Muhammadiyah sejak didirikan organisasi ini pada tahun 1912.

"Filantropi ini sudah sejak lama dipraktekkan dan ini sesuai dengan ajaran agama kita. Kebiasaan Filantropi menjadi cikal bakal di Indonesia dan terbukti menjadi gerakan Islam modernis Muhammadiyah," ujar Ketua Badan Pengurus Lazismu Hajriyanto Y Tohari di Makassar, belum lama ini.

Ia mengatakan, ribuan amal usaha kini telah berdiri dan berkembang di berbagai pelosok Indonesia. Pada Muktamar Muhammadiyah ke-47, Muhammadiyah mencanangkan penguatan dakwah Islam melalui peningkatan aktivitas filantropi.

Perilaku umum berderma dari warga Muhammadiyah sebagai warga kelas menengah Muslim Indonesia menunjukkan bahwa mayoritas pengeluaran zakat, infak dan sedekah sebanding dengan tingkat pendapatan mereka dan berada pada kisaran 2,5 persen dari pendapatan.

Meski demikian, penelitian ini menemukan bahwa pendapatan yang tinggi ternyata tidak menjamin berdermanya juga tinggi dan begitu pun sebaliknya, yang berpendapatan rendah nominal berdermanya ada yang di atas 10 persen dari total pendapatannya.

Hajriyanto menyebutkan, sekitar 41,2 persen warga Muhammadiyah menyalurkan zakat, infaq dan shadqah (ZIS) melalui dua lembaga. Dan hanya sekitar 22,3 persen saja yang melalui kepada satu lembaga saja.

Meski demikian, warga yang menyalurkan donasinya langsung kepada Mustahiq juga tergolong masih cukup besar yaitu sekitar 30,8 persen. 81 persen warga Muhammadiyah mengaku menyalurkan ZIS dengan cara tunai.

Sedangkan yang menggunakan metode jemput layanan ZIS dan transfer belum dimanfaatkan oleh warga Muhammadiyah. Selain itu, kecenderungan mayoritas warga yang lebih suka menyalurkan donasinya dengan mengantarkan sendiri kepada Lembaga Amil Zakat.

"Dengan demikian warga yang menyalurkan sendiri kepada muztahiq juga masih tinggi yaitu sekitar 28,44 persen dari potensi filantropi warga dan amal usaha," katanya.

Menurut Hajriyanto, Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) merepresentasikan lembaga profesional yang mandiri (self-funded) dan juga memiliki fungsi profit. Tingkat kapasitas dan besar pendapatan AUM yang menjadi bagian dari penelitian ini berbeda-beda, mulai dari yang berpenghasilan kurang dari Rp500 juta perbulan sampai di atas Rp5 miliar perbulan.

Pendapatan tersebut berbanding dengan aset yang dimiliki oleh masing-masing AUM, mulai dari yang Rp5-10 miliar sampai di atas Rp100 miliar dan bahkan di atas Rp500 miliar.

Sementara itu, Hilman Latief yang mewakili tim survei mengatakan jumlah potensi filantropi dari AUM bermacam-macam. Lembaga pendidikan seperti sekolah masih menyisihkan dana sosial mereka kurang dari Rp50 juta pertahun.

Sedangkan sebagian lainnya antara Rp250-500 juta dan bahkan ada yang di atas Rp1-2 miliar pertahun seperti rumah sakit dan perguruan tinggi Muhammadiyah yang besar. Berdasarkan kapasitas yang dimiliki oleh AUM serta kemampuan mengeluarkan dana sosial yang ada, setidaknya terdapat potensi sekitar lebih dari Rp365 miliar dana filantropi yang bisa digali dan dimanfaatkan setiap tahunnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement