REPUBLIKA.CO.ID JAKARTA -- Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-33 sedang digelar di Jombang, Jawa Timur pada tanggal 1-5 Agustus. Hingga saat ini tercatat beberapa tokoh strategis NU yang disinyalir sebagai kandidat kuat Ketua Umum PBNU 2015-2020.
Berikut beberapa tokoh tersebut,
1. Said Aqil Siradj, M.A.
Said Aqil Siradj merupakan Ketua Umum (Tanfidziyah) PBNU periode 2010-2015, dia sudah mendeklarasikan diri untuk maju kembali dalam perebutan kursi Ketua Umum dalam Muktamar NU ke-33 ini. Pria kelahiran Cirebon, Jawa Barat, 3 Juli 1953 ini adalah seorang akademisi, yang kini mengajar di Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Dia menyelesaikan gelar studinya mulai dari S1 hingga S3 di Arab Saudi. Studi S1-nya di Universitas King Abdul Aziz, jurusan Ushuluddin dan Dakwah, lulus pada 1982. Kemudian melanjutkan S2 di Universitas Umm al-Qura, jurusan Perbandingan Agama, yang lulus pada 1987. Dan S3 di University of Umm al-Qura, jurusan Aqidah/ Filsafat Islam, lulus pada 1994.
Setelah kembali ke Indonesia dia sempat menjadi anggota MPR RI pada periode 1999-2004 sebagai anggota fraksi yang mewakili NU.
Pada muktamar sebelumnya dia terpilih sebagai Ketua Umum PBNU yang berakhir tahun ini. Dalam pemilihan tersebut, said Aqil mengalahkan Slamet Effendi Yusuf dengan memperoleh 294 suara. Sedangkan Slamet Effendi Yusuf hanya mendapatkan 201 suara. Berlanjut ke putaran kedua akhirnya Said Aqil sebagai pemenang dengan suara terunggul sebanyak 178 suara yang tentunya sudah memenuhi tata tertib Muktamar yang mengharuskan seorang calon mengumpulkan poin 99 suara.
Dalam Muktamar ke-33 ini terjadi perdebatan panjang mengenai sistem pemilihan Rais 'Aam. Said Aqil termasuk yang mendukung dengan menggunakan sistem Ahlul Halli Wal 'Aqdi (AHWA). Dia menyatakan sistem AHWA merupakan wasiat almarhum Kiai Sahal Mahfudz, yang merupakan mantan Rais 'Aam PBNU tersebut.
Menurutnya, Muktamar NU ke-32 di Makassar membawa pengalaman kurang baik saat Rais 'Aam dipilih dengan cara voting, meski kemudian dimufakati KH Sahal yang jadi setelah KH Hasyim Muzadi mengundurkan diri. Sebab seolah-olah kedudukan tertinggi di PBNU diperebutkan seperti jabatan politik.
Terkait dengan Islam Nusantara yang digaungkan para nahdliyyin menjelang muktamar, dia menjelaskan bahwa Islam Nusantara sama sekali bukan madzhab baru atau ajaran baru dalam Islam, tetapi merupakan pandangan umat Islam Indonesia yang melekat dengan budaya Nusantara.
Baru-baru ini Said Rais juga diserang dengan isu Syiah. Namun dia tak gentar atas isu tersebut dan tetap percaya muktamirin tidak mudah terprovokasi dengan isu tersebut.