REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Hasil Muktamar Muhammadiyah ke-47 diharapkan memberikan perhatian lebih terhadap masalah ketimpangan ekonomi yang terjadi di Indonesia.
"Ini menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan antara penduduk miskin dan penduduk kaya terlihat secara jelas semakin melebar dan tajam,"kata Bendahara Umum PP Muhammadiyah Anwar Abbas, Sabtu (1/8).
Kondisi tersebut terjadi akibat kehidupan dan kegiatan ekonomi nasional yang sedang dijalankan tampak lebih berpihak kepada orang kaya atau lapis atas.
"Kalau pada tahun 2005 mereka mendapat manfaat sebesar 21 persen, tapi di tahun 2014 hanya 16,9 persen dari PDB,"ujar Anwar yang juga Ketua MUI Bidang Pemberdayaan Ekonomi Umat ini.
Sementara itu, lanjutnya, untuk kelas atas terjadi peningkatan yang cukup signifikan. Kalau di tahun 2005 mereka menerima 40 persen tetapi di tahun 2014 hanya menerima 49 persen dari PDB.
Untuk itu, kata Anwar, agar kesenjangan ekonomi ini tidak berlanjut maka harus ada affirmative action dari pemerintah. Upaya itu agar terwujud struktur ekonomi yang lebih sehat dan kuat serta berkeadilan.
Indonesia harus berusaha untuk meningkatkan dan memperbesar pendapatan kelas bawah dengan menciptakan peluang berusaha serta pemberian lapangan kerja yang lebih luas dengan gaji dan pendapatan yang lebih layak.
Anwar menjelaskan, sebab jika hal ini tidak ditanggulangi maka pembangunan ekonomi yang kita jalankan saat ini akan menjadi bom waktu. Yang pada masanya nanti akan meledak dan akan bisa memporak porandakan bangsa ini.
"Kita mengharapkan pokok-pokok pikiran yang telah dibuat Muhammadiyah ini akan mendapat perhatian dari pemerintah, masyarakat dan dunia usaha,"katanya.