Senin 27 Jul 2015 21:24 WIB
Muktamar NU

Alasan PBNU Angkat Tema Muktamar 'Teguhkan Islam Nusantara'

Rep: Andi Nuroni/ Red: Agung Sasongko
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj memberikan keterangan terkait laporan akhir persiapan pelaksanaan Muktamar NU di Kantor PBNU,Jakarta, Jumat (24/7).
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj memberikan keterangan terkait laporan akhir persiapan pelaksanaan Muktamar NU di Kantor PBNU,Jakarta, Jumat (24/7).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Dua ormas Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, dalam waktu yang hampir bersamaan akan menyelenggarakan Muktamar. NU akan menggelar Muktamar ke-33 di Jombang, Jawa Timur, pada 1-5 Agustus. Sementara Muhammadiyah akan melangsungkan Muktamar ke-47 di Makassar, Sulawesi Selatan pada 3-7 Agustus.

Pada muktamar kali ini, NU mengangkat tema 'Meneguhkan Islam Nusantara untuk Membangun Peradaban Indonesia dan Dunia'. Sementara Muhammadiyah membawa tema 'Gerakan Pencerahan Menuju Indonesia Berkemajuan'.  

Melalui tema tersebut, kedua ormas yang kerap dianggap representasi mayoritas Muslim Indonesia itu menawarkan konsep Islam tersendiri. NU mengusung gagasan “Islam Nusantara”, sedangkan Muhammadiyah menawarkan gagasan “Islam Berkemajuan”.

Pada Senin (27/7), ketua umum masing-masing organisasi dipertemukan di Surabaya dalam sebuah dialog interaktif. Dialog yang diikuti 200-an hadirin itu diselenggarakan salah satu harian nasional di indonesia dalam rangka menyambut agenda Muktamar kedua organisasi.

Mengawali diskusi, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj menjelaskan, “Islam Nusantara” bukanlah sebuah mazhab atau aliran baru dalam Islam. Islam Nusantara, menurut pengajar Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah itu, adalah konsep yang menggali dan mengangkat kekhasan Islam yang ada di Nusantara.

“Berbeda dengan Islam di Timur Tengah yang mudah menggunakan kekerasan untuk menyelesaikan konflik, Islam Nusantara adalah Islam yang datang dan melebur dengan budaya Nusantara,” ujar Kiai Said Aqil

Ia menggambarkan, dengan menggunakan metode dakwah melalui kebudayaan, tak perlu waktu lama bagi Walisongo untuk meng-Islamkan Nusantara. Strategi yang dilakukan Walisongo, menurut Aqil, adalah upaya mencari jalan tengah atau ijtihad berlandaskan pada sumber-sumber hukum Islam.

Kiai Said mengutip sejumlah contoh bagaimana Walisongo bisa mentransformasi keyakinan masyarakat dari Hindu ke Islam pada masa itu. Ia mencontohkan, masyarakat Nusantara yang msih berkeyakinan Hindu ketika itu biasa membuat sesajen dengan maksud mencari berkah dan keselamatan.

“Oleh wali, sesajen bukan diminta untuk dihilangkan, tapi ditambah jumlahnya lalu mereka diminta mengundang para tetangga, dan berdoa bersama-sama. Maka jadilan selamatan,” kata Kiai Said, disambut tawa sejumlah hadirin.  

Jalan tengah yang dicontohkan para wali tersebut, menurut Aqil, menjadi cara NU dalam menyelesaikan masalah-masalah umat hari ini. Mengutip pendiri NU KH Hasyim Asy’ari, Aqil menegaskan, yang paling penting, Islam di Indonesia harus menjadi penopang nasionalisme.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement