REPUBLIKA.CO.ID,Pendapat yang paling toleran dalam persoalan ini adalah Mazhab Hanafiyah. Mazhab Hanafiyah meyakini, menikahi wanita yang pernah berzina diperbolehkan jika ia sudah benar-benar bertaubat dari dosanya. Si laki-laki bahkan tak perlu menunggu masa istibro' untuk menggauli istrinya.
Ulama Hanafiyah, Ibnul Humam dalam Fathul Qadir mengatakan, tak ada halangan bagi suami untuk langsung menggauli istrinya tanpa perlu menunggu masa istibro'. Bahkan, jika seorang laki-laki melihat seorang wanita yang sedang berzina, kemudian setelah itu menikahinya.
Si laki-laki tadi tak perlu menunggu masa istibro' untuk langsung menggauli istrinya. Hal yang sama juga dikemukakan Az-Zaila’i, dari kalangan Hanafiyah dalam kitab Tabyin Al-Haqaiq Syarh Kanzu Ad-Daqaiq.
Sedangkan Mazhab Maliki mengatakan, makruh hukumnya menikahi wanita yang pernah berzina. Sebagaimana diterangkan Al-Qarafi, salah seorang ulama Malikiyah, pendapat ini merujuk pada sikap Imam Malik sendiri. Menurut Imam Malik, hukum menikahi seorang pezina adalah makruh namun beliau tidak mengharamkannya.
Mazhab Syafi’iyah berpendapat sama dengan Mazhab Maliki. Mereka memandang sah hukumnya menikahi wanita yang pernah berzina, walau perbuatan ini dibenci kalangan ulama mazhab ini.
Imam Nawawi dalam Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab menerangkan, Imam Syafi'i secara tegas mengatakan bahwa ia membenci laki-laki yang menikahi wanita yang dizinainya.
"Aku membencinya, tapi jika dia sudah terlanjur menikahinya maka tidak akan saya fasakh," tegas Imam Syafi'i dalam Raudhatut Thalibin wa Umdatu Al-Muftiyyin (12/219). Ringkasnya, Mazhab Syafi'i tetap memandang sah pernikahan tersebut walau dihukum makruh. Sebagaimana pendapat Al-Juwaini dalam Nihayatul Mathalib fi Diroyatul Madzahib, menikahi perempuan pezina adalah sah walaupun hukumnya makruh.
Pendapat yang paling keras dalam hal ini adalah Mazhab Zhahiriyah. Menurut ulama Zhahiri, terlarang hukumnya menikahi wanita pezina atau yang sudah berzina kecuali sudah benar-benar bertaubat dari perbuatannya.
Ibnu Hazm, ulama Zhahiriyah mengatakan, tidak dibolehkan bagi seorang wanita yang pernah berzina untuk menikahi dengan siapapun. Tidak dengan seorang lelaki pezina maupun lelaki lainnya sampai ia bertobat. Jika ia sudah bertobat, maka dibolehkan baginya untuk menikah dengan lelaki afif (yang belum menyentuhnya).
Sebenarnya, jumhur ulama lebih dekat dengan pendapat Zahiriyah ini. Seorang pezina yang sudah bertaubat dari dosa-dosanya tetap diterima dan bisa menikah dengan orang beriman. Mereka tetap bisa menata masa depannya dengan keshalehan dan keimanan setelah mereka benar-benar bertaubat nasuha dari dosanya. Taubat diperlukan demi kelangsungan rumah tangga yang sakinah.
Adapun pendapat ulama yang mensyaratkan istibro' semata-mata untuk kemaslahatan rumah tangga. Dengan tidak bercampurnya sperma laki-laki dalam satu rahim wanita tentu menjelaskan garis keturunannya.
Disamping itu, istibro' juga karena alasan psikologis dan kesehatan reproduksi. Dengan istibro', wanita akan terhindar dari penyakit berbahaya. Wallahu'alam.