Selasa 07 Jul 2015 12:15 WIB

Pola Khotbah Jumat di Masyarakat

Khutbah Jumat (ilustrasi)
Foto:

Rekomendasi

1.    Kementerian Agama, baik tingkat Pusat dan Daerah perlu melakukan pembinaan masjid-masjid di wilayah masing-masing, dari pengelolaan khatib sampai pada materi khutbah Jumat.

2.    Program jangka pendek yang bisa dilakukan oleh Kementerian Agama adalah melakukan pemetaan lebih komprehensif tentang afiliasi sebuah masjid terhadap Ormas Islam.

3.    Ormas Islam mainstream, NU dan Muhammadiyah memiliki tanggungjawab sosial untuk melakukan kontrol dan pengawasan terhadap masjid-masjid yang  berada di bawah pengampuannya. Pemetaan di atas sangat penting agar Kementerian Agama dapat berbuat banyak dalam kebijakan penyuluhan`dan dakwah di masyarakat. Terkait dengan hal ini Kementerian Agama  memiliki sumber daya yang disebut penyuluh. Para penyuluh ini merupakan ujung tombak dakwah di masyarakat. Oleh karena itu sudah sewajarnya bila program menyebarkan penyuluh di masjid-majid terus digalakkan. Sekaligus juga dilakukan pemberdayaan penyuluh melalui berbagai program capacity building yang mengarah pada peningakatan wawasan inklusif dan moderat.

4.    Perlu dipikirkan materi khutbah yang nyaman (rahmatan lil alamiin).

5.    Program lain yang bersifat jangka pendek dan bersifat praktis adalah perlunya menyusun sebuah modul tentang khutbah Jumat  berwawasan multicultural dan  berbasis ideologi kerukunan. Modul ini merupakan counter discourse atas ideologi yang secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terang sedangdisusupkan ke jantung umat Islam, yakni masjid.

6.    Pada akhirnya, masjid sebagai institusi Islam sudah seyogyanya menjadi corong terdepan untuk menyampaikan pesan-pesan perdamaian, kasih sayang, persatuan dan keadilan social. Peran ini hendaknya perlu direvitalisasi dan dikontekstualisasi agar cara dan strateginya dapat cocok dengan kebutuhan masyarakat Indonesia kontemporer yang ditakdirkan untuk majemuk dalam hal agama dan keyakinan, seperti Indonesia.

7.    Kepada para pengurus masjid untuk mengarsipkan teks-teks khutbah jum’at dengan meminta minimal ringkasan atau poin-poin  dari khutbah jum’at kepada para khatib, sehungga ada data dan bisa untuk bahan evaluasi kedepannya tentang tema-tema khutbah Jumat.

8.    Jamaah shalat Jum’at bukan obyek, tetapi hendaknya diperlakukan sebagai subyek yang aktif mendengar, memperhatikan, dan akhirnya memahami kandungan materi khutbah. Untuk itu orientasi para khatib kepada peningkatan kualitas pemahaman jamaah terhadap ajaran agama Islam. Di samping itu penekannya adalah memberi motivasi kepada jamaah agar dapat melaksanakan ajaran agama dalam kehidupan pribadi dan masyarakat. Perlu contoh-contoh kongkrit yang mudah untuk dapat dilakukan dalam kehidupan.

Soal penentuan khatib, seperti pada dua masjid Al Hakim dan Al Munawwarah di Banten hampir tidak memperhatikan aspirasi jamaah. Penentuan dilakukan melalui rapat pengurus atau ditunjuk oleh imam utama masjid atau sesepuh masjid dan terutama tidak dipandang sesat oleh MUI. Dan penetuan khatib dengan diserahkan kepada pengurus masjid hampir dilakukan di masjid-masjid sasaran penelitian. Lain hal dengan penentuan masjid di kota Pekanbaru provinsi Riau, penentuan khatib-khatib oleh pihak masjid diserahkan sepenuhnya kepada MDI dan IKMI.

Khatib-khatib di wilayah sasaran ada yang tergabung dalam wadah keagamaan ada yang yang perorangan (masjid di Banten). Umumnya khatib berasal dari kalangan cendikiawan yang berprofesi sebagai dosen di beberapa perguruan tinggi agama, baik negeri maupun swasta. Sebagian lainnya berasal dari lembaga dakwah tertentu, seperti; Dewan Dakwah Islam Indonesia, Dewan Masjid Indonesia, Muhammadiyah, Lembaga Dakwah Nahdhatul Ulama, dan Majelis Ulama Indonesia (MUI), serta ada pula dari Kementerian Agama RI.

Latar belakang pendidikan para khatib umumnya lulusan Sarjana Strata satu (S1), sarjana strata dua (S2), dan ada pula yang merupakan lulusan Sarjana Strata tiga (S3), serta sebagian kecil tidak menyandang gelar pendidikan namun mereka merupakan tokoh agama. Meskipun para khatib di wilayah sasaran penelitian umumnya menyandang pendidikan sarjana, di beberapa daerah sasaran senantiasa dilakukan pembinaan oleh lembaga-lembaga keagamaan, seperti; MUI, MDI, IKMI, dan beberapa lembaga keagamaan lainnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement