REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anne tahu dia tidak sudah mempercayai sejumlah ajaran Kristen, tapi gadis itu tetap menghadiri gereja. Saat jemaat membacakan bagian-bagian tertentu seperti Kredo Nicea, diam-diam Anne tidak melafalkannya. Ia merasa terasing, hampir seperti alien di gereja.
Satu kali, Anne benar-benar merasa jijik. Seorang kawan dekat mengalami masalah perkawinan yang serius, lalu menemui pendeta gereja untuk minta saran. Mengambil kesempatan di tengah kesempitan, pendeta itu mengajak teman dekat Anne ke hotel dan menggodanya.
Jika selama ini Anne merasa tidak perlu waspada dengan peran pendeta dalam kehidupan umat Kristiani, sekarang ia merasa harus. Ia pergi ke gereja dan melihat para pendeta itu di depan. Mereka tidak lebih baik daripada jemaat yang hadir, bahkan beberapa lebih buruk.
Ia heran, mengapa mereka tidak bisa berurusan dengan Tuhan secara langsung, termasuk dalam menerima pengampunan-Nya ? Segera setelah itu, dia membeli Alquran terjemahan di toko buku dan mulai membacanya. Anne membaca Alquran selama delapan tahun. Selama itu pula, ia terus menyelidiki agama-agama lain.
Lama kelamaan, Anne semakin sadar dan takut akan dosa-dosanya. Dia tidak lagi percaya pada pengampunan Tuhan model agama Kristen. Dosa-dosa itu terasa begitu membebani, sementara dia tidak bisa melarikan diri. Ia merindukan pengampunan.
Suatu hari, ia membaca surah Al Maidah ayat 83-84 tentang keimanan para ahlul kitab setelah turunnya wahyu. Anne mulai berharap Islam bisa menjadi jawaban. Ia semakin yakin ketika melihat cara Muslim shalat dalam sebuah berita di TV. Mereka mempunyai cara khusus untuk sholat.
Anne juga menemukan sebuah buku panduan sholat yang ditulis non-Muslim dan mencoba mempraktikkannya. Ia shalat dengan cara seperti itu diam-diam selama beberapa tahun.
Akhirnya, sekitar delapan tahun sejak pertama kali membeli Alquran, ia menemukan surah Al Maidah ayat 3. Pada hari ini telah Ku sempurnakan agamamu, telah Ku-cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Ku-ridhai Islam menjadi agamamu.
Ia menangis gembira karena ia tahu bahwa jauh sebelum dia tercipta Allah telah menuliskan Alquran untuknya. Allah sudah tahu bahwa Anne Collins di Buffalo, New York akan membaca ayat itu pada tanggal sekian jam sekian.
Sekarang, ia tahu bahwa ada banyak hal yang harus ia pelajari. Misalnya, cara sholat, membaca Alquran, dan lain-lain. Anne tidak tahu apa-apa tentang Islam. Muslim AS belum sebanyak sekarang dan Anne tidak tahu di mana menemukan mereka.
Ia lantas mendapati nomor telepon Islamic Society di daftar buku telepon dan membuat panggilan. Tapi, ketika seorang pria menjawab teleponnya, Anne justru panik dan menutup telepon. Apa yang harus dikatakan? Apakah mereka akan curiga?
Selama beberapa bulan ke depan, ia beberapa kali menelepon masjid. Setiap kali itu pula ia panik dan menutup telepon. Akhirnya, ia melakukan cara yang dirasa aman, meski menurutnya pengecut. Dia menulis surat meminta informasi.
Pengurus masjid kemudian menelepon Anne dan mengirimkan beberapa tulisan tentang Islam. Ia mengatakan kepada mereka keinginannya untuk menjadi Muslim, tapi mereka menjawab, “Tunggu sampai Anda yakin.”
Itu membuatnya agak kecewa. Tapi, Anne tahu mereka benar. Ia harus benar-benar yakin dengan pilihannya karena setelah itu semua tidak akan sama lagi. Siang malam, ia berpikir tentang Islam. Pada beberapa kesempatan, ia pergi ke sebuah masjid (rumah tua yang dialihfungsi) dan berputar berkali-kali sambil berharap melihat seorang Muslim.
Sampai suatu hari di awal November 1986, saat tengah bekerja di dapur, tiba-tiba ia merasa apa yang dia lakukan selama ini tak ada beda dengan yang dilakukan Muslim. Masih merasa pengecut, ia mengirim surat ke masjid, menyatakan keislamannya.
Pengurus masjid menelepon Anne keesokan harinya. Gadis itu menyatakan syahadat melalui telepon. Ia merasa beban dosa itu terangkat dari bahunya. Ia pun menangis dan bersyukur.