Selasa 30 Jun 2015 19:46 WIB

Ketentuan Mengganti Shalat Usai Haid dan Nifas (2-habis)

Rep: Hannan Putra/ Red: Indah Wulandari
  Ruang perawatan nifas Puskesmas Tanah Abang di Jakarta Pusat, Selasa (4/2).    (Republika/Yasin Habibi)
Ruang perawatan nifas Puskesmas Tanah Abang di Jakarta Pusat, Selasa (4/2). (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID,Kondisi lainnya, misalkan seorang wanita menunaikan shalat Dhuhur. Setelah selesai satu rakaat, ia merasakan darah haidnya keluar. Maka dalam hal ini ia wajib mengqadha shalatnya setelah ia suci dari haidnya nanti.

Ulama fikih mengatakan, ia bisa melanjutkan shalatnya sampai selesai sebagai langkah taaddub (adab dalam shalat) yang tidak main asal meninggalkan shalat saja.

Demikian juga seorang wanita yang ragu kapan persisnya darah haidnya akan selesai. Ia memutuskan untuk menunggu dari waktu Dhuhur hingga Ashar.

Ternyata memang haid sudah selesai. Hal ini disyariatkan, sebagaimana merujuk pada kaidah fikih "Da' ma yuribuka ila ma la yuribuka" (tinggalkan apa yang diragukan, lakukan apa yang diyakini). Ia menunggu sampai ia benar-benar yakin bahwa darah haidnya tidak lagi mengalir.

Dalam hal ini, wanita tersebut wajib untuk mandi janabah (mandi wajib) dan menjama’ sholat zhuhur dan ashar sekaligus. Hal tersebut disebabkan kewajiban zhuhur baginya tidaklah gugur karena ia berada dalam waktu shalat dalam keadaan suci.

Adapun mazhab Hanafiyah, tidaklah demikian. Bagi wanita yang ketika masuk waktu shalat fardhu dalam keadaan suci, lalu di tengah waktu shalat dia mendapatkan darah haid padahal belum sempat shalat. Maka kewajiban shalatnya menjadi gugur.

Wanita tersebut tidak perlu mengqadha shalat bila nanti telah suci. Namun yang paling rajih (kuat) dalam masalah ini adalah pendapat dari mazhab Syafi'iyah. Pendapat tersebut juga diambil sebagai langkah ikhtiyath (kehati-hatian) dalam urusan shalat. Wallahu'alam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement